contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Wenny Azwita SH, PAN No. 8 Sumatera Utara, Dapil 1: Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi

banner

Wenny Azwita, SH.

Alamat :
- Kalibata Rawajati, Jakarta Selatan

TTL: Medan, 9 Mei 1968

- SD Swasta Medan
- SMP Swasta Medan
- SMA Swasta Medan
- S1 - UKI Jakarta, Fakultas Hukum,
- S2 - USU Medan Notaris, tahun 1993

Status : Menikah
- Suami : Binsar Sinaga
- Anak :
-- Diondre Sinaga (alm).
-- Diandra Sinaga
-- Dakota Sinaga
-- Devanya Sinaga

Pekerjaan:
- Wiraswasta

Riwayat Organisasi:
- Menwa UKI
- IKAFAH (Ikatan Alumni Fakultas Hukum) UKI
- Yayasan Autis Indonesia (YAI) Bintaro
- Yayasan Ikhlasul Amal (YIA) Medan
==================================================================
Profil Wenny Azwita, SH.
TEKANKAN PEMERINTAH UNTUK LEBIH PEDULI PADA KORBAN NARKOBA DAN TINGKATKAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK


Ketika masa reformasi sedang berlangsung di tahun 1997 adalah figur Amien Rais yang menjadi tokoh yang sangat mempengaruhi dirinya untuk masuk ke dalam kancah politik. Figur Amien Rais yang pertama kali mendengungkan reformasi lah yang mendorong dirinya untuk memilih PAN. Padahal bersamaan dengan itu ia sedang mengandung anak pertamanya. Karena kesibukannya mengurus anak saat itu maka ia tidak terlalu serius beraktivitas di dunia politik. Apalagi Wenny mempunyai anak hingga 4 orang dan juga ikut perjalanan tugas suami. Saat anak-anaknya mulai besar dan duduk di sekolah dasar, maka baru tahun 2008 inilah dia merasa punya sedikit waktu untuk beraktifitas di dunia politik. Tepatnya setelah setahun meninggal anaknya yang pertama, ia terdorong untuk lebih serius terjun ke Partai Amanat Nasional, dimana menjelang Pemilu 2009 ada kesempatan untuk menjadi caleg dibuka, lalu ia pun mengambil keputusan untuk ambil bagian.

Bersamaan dengan adanya waktu luang yang lebih banyak saat menunggu ujian S2 yang ditekuninya, kemudian dorongan dari ibu kandungnya, Zulhijwar, yang juga anggota DPR RI dari fraksi PBR. Wenny juga menambahkan, bahwa "Sebenarnya saya sudah mengambil S2 di USU, namun karena saya pindah ke Jakarta, dan sistem pendidikan (tinggi) telah berubah, maka mau tak mau saya harus mengulang dari awal dan semua mata kuliah yang harus saya ikuti. Karena mata kuliah yang dulu pernah saya ikuti hangus dengan sistem pendidikan baru tadi", demikian penjelasannya atas kuliahnya yang kini akan dia ambil di UI.

Saat ditanya bidang apa yang akan dia geluti bila ia menjadi anggota DPR RI nanti, Wenny menjawab, "Selain bidang hukum yang saya kuasai, saya akan memfokuskan pada perlindungan perempuan dan anak. Ibu saya kan juga di Komisi 8 kan yang pernah mengurusinya, seperti Trafficiking, KDRT dan lain-lain yang serupa dimana saya masih melihat bahwa perlindungan untuk perempuan dan anak masih belum optimal terealisir".

Ibu 4 orang anak ini melihat bahwa masyarakat Indonesia masih belum bisa menerima sesuatu yang baru dengan pandangan yang positif. Contohnya saat UU Anti Pornografi dan Pornoaksi, yang bagi sebagian rakyat Indonesia masih dipandang jelek (under estimate). Demikian pula tentang UU BHP, dimana semua golongan atau kepentingan yang tidak berkepentingan mau campur di situ. "Artinya masyarakat Indonesia, masih sering under estimate (apriori) terhadap produk RUU yang tujuannya untuk kepentingan rakyat Indonesia sendiri. Hal ini sebenarnya bisa disimpulkan bahwa bila sebuah RUU bila jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat maka mungkin akan mudah untuk diterima. Jadi intinya adalah kesimpangsiuran informasi tentang sebuah produk hukum RUU itu sendiri di tengah masyarakat."

Ada satu pendapatnya yang agak berbeda dengan kebanyakan para praktisi hukum tentang anti-psikotropika (anti narkoba). Dalam kasus narkoba, sebenarnya tidaklah tepat perlakuan hukum buat pengguna dan pengedar dengan kata "hukuman mati" atau "hukuman penjara". Karena baginya, penjara atau hukuman mati itu tidak menyelesaikan masalah narkoba itu sendiri. Khususnya bagi korban "pengguna" narkoba. Mungkin kata yag tepat adalah "pendidikan" buat para korban pengguna narkoba. Dan bukannya penjara, melainkan bisa berupa rumah sakit atau klinik isolasi tersendiri untuk khusus para korban pengguna narkoba agar kembali menjadi sehat. Lain dengan gembong pengedar, maka mereka itu sebaiknya diganjar penjara. Istri dari Binsar Sinaga, juga seorang caleg dari Partai Demokrat untuk DPRD II Toba Samosir, menekankan bahwa ia rasa pemakai (terutama korban ketergantungan narkoba) belum bisa dikategorikan pidana penuh. Memang sudah ada Undang-Undang tentang Psikotropika yang mengatur tentang itu, tapi berdasarkan pengalaman keluarga saya sendiri. Kebetulan sebagian dari sepupu saya adalah pemakai narkoba. Kakak beradik sepupu saya pengguna narkoba. Kakaknya mati, adiknya lumpuh. Bahkan bagi sebagian besar pencandu atau pemakai mereka sengaja ingin diri mereka ditangkap, karena buat mereka di penjara itu mendapatkan narkoba jauh lebih mudah.

Dengan sedikit emosional, Wenny juga menjelaskan betapa instansi Lembaga Pemasyarakatan yang bobrok ada oknum-oknum dimana justru mereka menyediakan narkoba bagi para tahanannya. Tentunya setelah negosiasi dengan keluarga pengguna sebelum masuk penjara (di luar penjara). Ketika ia ditanya lebih jauh apakah manfaat penjara sebagai satu sarana pemberi efek jera buat para terpidananya, Wenny mempunyai pendapat yang berbeda. Wenny menjelaskan, "Saya rasa bagi para pemakai maka mereka itu harus diobati dan bukan dipenjarakan. Jadi musti dipisahkan antara penjara para pengedar narkoba dengan pengguna narkoba (yang sekaligus juga korban). Dikuatirkan bila dicampur penjara antara pengguna dengan pengedar maka akan merusak buat si pengguna. Misalnya pengguna narkoba yang baru kelas coba-coba, karena terpidana penjara, di penjara justru ia bukannya mendapatkan efek jera, malah semakin menjadi parah. Karena dia bisa lebih mudah mendapatkan narkoba dari sipir penjara. Saya tidak mengatakan semua penjara, tapi ada beberapa oknum.

Harapan Wenny agar konsekwensi hukum yang diterima oleh pengedar narkoba dengan pengguna narkoba tidak berlaku sama. Khusus untuk korban pengguna narkoba harus mendapatkan perlakuan khusus, seperti klinik terpisah yang mampu memfasilitasi kesembuhan sang korban pengguna. Jadi pasal yang dikenakan untuk pemakai murni harus dibedakan dengan pasal hukum yang dikenakan kepada para pengedar, karena apa? Di penjara itulah justru semakin akan menjerumuskan para pengguna narkoba (yang sekaligus sebagai korban) menjadi jauh lebih buruk. Hal ini berdasarkan pengalaman di tengah keluarga saya, bukan karena hal lain. Jangan sampai para pengguna narkoba yang di penjara setelah keluar dari penjara, malah kepingin bisa masuk penjara lagi agar bisa tertangkap lagi dengan keinginan lebih mudah mendapatkan narkoba di dalam penjara.

Hal ini dialami adik sepupunya yang kini menjadi lumpuh mulai dari punggung ke bawah. Saat pernah di penjara, waktu terjadi negosiasi dengan oknum petugas penjara di luar pagar, pihak keluarga kami keluar uang 50-an juta, dan setelah keluar dan kemudian masuk kembali ke dalam penjara, justru semakin parah kondisinya karena penggunaan putaw dan heroin.

Berbicara dengan Wenny memang tak terasa membosankan. Di samping menyenangkan dan suka sekali bercerita berdasarkan kisah nyata dan pengalaman hidup keluarganya, dimana ia merasa berkewajiban agar keluarga-keluarga Indonesia lainnya tidak terjerumus seperti keluarganya, maka ia kini terjun ke dunia politik. Dengan harapan ia bisa merubah kebijakan pemerintah yang selama ini kurang optimal melindungi segenap rakyatnya. khususnya masalah Undang-ndang tentang Psikotropika.

Kebetulan dapilnya di Sumatra Utara dia pernah mendengar bahwa Kota Medan, atau Asahan sebagai pelabuhan transitnya peredaran narkoba. Maka dia menginginkan bila dia menjadi anggota dewan akan selalu menyoroti daerah pemilihannya sebagai daerah yang perlu diawasi secara khusus agar terhentinya jalur peredaran narkoba di sana. Karena disinyalir, mereka menyelipkan narkoba di dalam tumpukan bal pakaian atau baju-baju bekas yang dikirimkan ke dan dari luar kota.

Perlindungan Perempuan dan Anak
Perlindungan perempuan dan anak bukan sekadar membuat hidup ibu sehat jiwa dan raga, namun juga memfasilitasi kesehatan jiwa dan batin bagi anak. Jangan hanya anak memiliki kesehatan fisik tapi rusak batin demikian juga sebaliknya, dan ini pengertiannya sangat luas.
(Sidik Rizal)

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

Previous Post Next Post
banner