
Kejari Didesak Untuk Menelusuri Status Rumah Elit Tri Adhianto Di Kemang Pratama, Milik Dinas Atau Pribadi?

Hunian itu kini ditempati Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto. Namun, muncul dugaan rumah tersebut bukan aset pemerintah, melainkan milik pribadi Tri.
Desakan ini dilontarkan Sekjen Jaringan Nusantara Watch (JNW), Dede Mulyadi. Ia merujuk pada Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah.
Aturan itu mengharuskan penyediaan rumah jabatan bagi kepala daerah, wakil kepala daerah, dan sekda.
“Kalau benar rumah itu milik pribadi yang diperlakukan sebagai rumah jabatan, jelas menyalahi aturan,” kata Dede, Selasa, 9 September 2025.
“Kami khawatir ada praktik menyewakan rumah pribadi lalu dibayar APBD. Itu bisa jadi keuntungan pribadi,” ujar Dede.
Menurut Dede, jika benar anggaran rumah jabatan—termasuk biaya sewa—digunakan untuk membayar rumah pribadi Tri, hal itu berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Berdasarkan dokumen anggaran, belanja rumah tangga kepala daerah mencapai Rp1,5 miliar per tahun. Dari jumlah itu, sekitar Rp500 juta dialokasikan khusus untuk sewa rumah dinas.
“Kalau dihitung sejak 2022, kerugian APBD bisa mencapai miliaran rupiah,” kata Dede.
Dia menambahkan, praktik semacam itu dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Kejanggalan lain, kata Dede, terlihat dari fakta bahwa Tri masih menempati rumah tersebut meski masa jabatannya sebagai Walikota berakhir pada 2023.
“Kalau memang rumah dinas, kenapa masih dipakai setelah purna bhakti?” ujarnya.
Dede menekankan, pengadaan rumah dinas wajib melalui prosedur sesuai undang-undang, serta menggunakan aset daerah, bukan rumah pribadi.
“Dengan menggunakan rumah pribadi sebagai rumah dinas, pejabat berpotensi mengambil keuntungan pribadi. Itu bertentangan dengan hukum,” pungkasnya.
Sidik Warkop, komedian Bekasi yang juga dikenal sebagai pengamat sosial “medioker”, menyindir keras.
“Gimana Tri Adhianto berani ubah perwal soal tunjangan rumah dinas DPRD, kalau dirinya saja masih betah di rumah pribadi yang disulap jadi rumah dinas mewah? Janji-janjinya kepada publik pastilah kosong semua, khususnya meninjau ulang tunjangan rumah anggota dewan.” ujarnya.
🔍 Alur Investigatif
Dari Rumah Pribadi ke Rumah Dinas Bayangan
1. Awal Jejak (2022) – Plt Wali Kota Menempati Rumah Pribadi
- Tri Adhianto naik jabatan dari Wakil Walikota menjadi Plt Walikota Bekasi setelah Rahmat Effendi tersandung kasus korupsi.
- Ia menempati rumah mewah di Kemang Pratama, Bekasi. Informasi awal menyebut rumah itu milik pribadinya, bukan aset pemerintah daerah.
- Saat itu, publik tidak menaruh curiga karena dianggap sebagai solusi sementara sebelum ada rumah dinas definitif.
2. Penyediaan Rumah Dinas (2022–2025)
- Berdasarkan Permendagri 7/2006, setiap kepala daerah wajib difasilitasi rumah dinas.
- APBD Kota Bekasi mengalokasikan:
- Rp1,5 miliar per tahun untuk kebutuhan rumah tangga kepala daerah (perawatan, listrik, air, dan lainnya).
- Rp500 juta per tahun khusus untuk sewa rumah dinas.
- Catatan penganggaran ini berulang tiap tahun sejak Tri menjabat.
3. Kejanggalan Anggaran (2023)
- Muncul pertanyaan: rumah mewah yang ditempati Tri sebenarnya rumah pribadi atau rumah sewaan resmi?
- Jika pribadi, kenapa APBD tetap mencatat ada belanja sewa rumah dinas?
- Potensi modus: rumah pribadi diperlakukan sebagai rumah dinas, lalu dihitung sebagai biaya sewa dan dibayar dari APBD.
- Dengan hitungan kasar, jika sejak 2022 sampai 2025 APBD tetap mengalokasikan dana sewa, potensi kerugian negara mencapai Rp1,5 miliar–Rp2 miliar.
4. Masa Purnabhakti (Akhir 2023)
- Masa jabatan Tri sebagai Walikota definitif berakhir.
- Namun, ia masih menempati rumah tersebut meski sudah tidak menjabat.
- Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: jika rumah itu rumah dinas, seharusnya dikembalikan ke Pemkot setelah Tri lengser.
- Fakta ini memperkuat dugaan bahwa sejak awal rumah tersebut adalah milik pribadi, bukan aset daerah.
5. Sorotan Publik dan LSM (2024–2025)
- LSM Jaringan Nusantara Watch (JNW) menyoroti masalah ini.
- Sekjen JNW, Dede Mulyadi, mengungkapkan:
“Rumah pribadi tidak boleh dihitung dan dibayar dengan APBD. Itu masuk kategori penyimpangan.”
- JNW mendesak Kejaksaan Negeri Kota Bekasi membuka penyelidikan.
- Dasar hukum yang mereka dorong:
- Pasal 3 UU 31/1999 (Korupsi yang merugikan keuangan negara).
- Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (turut serta melakukan).
6. Aktor yang Perlu Ditelisik
- Tri Adhianto: pihak yang menempati rumah.
- BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah): pihak yang menganggarkan dan membayarkan belanja rumah dinas.
- Sekretariat Daerah: pengguna anggaran rumah tangga kepala daerah.
- Kejari Kota Bekasi: lembaga penegak hukum yang diminta turun tangan.
7. Potensi Skema Modus
- Rumah pribadi dicatat sebagai rumah sewa → APBD tetap menyalurkan dana Rp500 juta per tahun.
- Tri mendapat keuntungan pribadi karena rumahnya sendiri diperlakukan sebagai rumah dinas.
- APBD tekor ganda: uang keluar, tapi aset daerah tak bertambah.
8. Arah Investigasi
- Audit dokumen APBD: benarkah ada pos belanja sewa rumah dinas yang mengalir ke rumah Kemang Pratama?
- Telusuri status kepemilikan rumah: apakah benar rumah itu SHM atas nama Tri Adhianto atau keluarga?
- Periksa pejabat pembuat komitmen (PPK): siapa yang menandatangani dokumen sewa tiap tahun?
- Hitung kerugian negara: akumulasi sewa dari 2022–2025.
- Bandingkan dengan regulasi: mengapa Pemkot tidak menyediakan rumah dinas resmi sebagai aset?
9. Kesimpulan Sementara
- Ada dugaan penyalahgunaan anggaran rumah dinas.
- Jika terbukti, kasus ini bukan sekadar maladministrasi, melainkan berpotensi tindak pidana korupsi dengan pola “menyewakan rumah ke diri sendiri.”
إرسال تعليق
Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL