contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Apakah Pemahaman Demokrasi Itu Sesat?

banner

Perbedaan Mendasar PLURALISME vs PLURALITAS

bekasi-online.com, Rabu 18 Desember 2013, 02:44 WIB

PEMBUKAAN
1. Saat mengetahui pemahaman orang tentang satu istilah yang tidak pada tempatnya, maka saya tergelitik untuk mengkoreksinya.

2. Keyakinan saya ini berdasarkan apa yang diperintahkan Allah dalam wahyu pertama kali buat Nabi Muhammad shalallaahu alaihi wassallaam, yakni ayat perintah "Bacalah!"

3. Banyak sekali manusia di dunia yang tidak mengingat pesan pertama ini sebagai satu hal yang WAJIB untuk diikuti sampai kita mati.


4. Seandainya kita tidak bisa membaca, maka apalah jadinya hidup kita sebagai manusia yang mulia ini kecuali sama saja seperti binatang, bahkan bisa lebih hina dari itu

5. Membaca, adalah satu hal yang jika dikaitkan dalam kehidupan kita sehari-hari menjadikan kita selalu waspada terhadap segala kesalahan yang mungkin bisa kita buat.

6. Tanpa membaca, kita seperti masuk dalam rimba kehidupan yang gelap gulita di tengah malam tanpa cahaya sehingga kita seperti tak bisa bergerak atau tetap maju namun bahaya menghadang di depan mata tanpa kita sadar.

7. Demikian pula saat membaca timeline seorang teman di media sosial seperti twitter maupun facebook ataupun yang lainnya, saya mendapati banyak tokoh yang melakukan kesalahan mendasar karena tidak bisa membaca.


8. Haduh, padahal mereka setiap hari kerjanya adalah menulis dan berkicau, tapi mengapa mereka tidak bisa membaca?

9. Hal ini karena kebodohan yang bercampur dengan kesombongan diri merasa sudah banyak membaca dan tahu segala hal.

10. Seandainya mereka mau sedikit mendengarkan nasihat dari orang lain, maka mereka akan dapat pencerahan sekalipun datang dari musuhnya.

(Penjelasan butir 10. Seperti Soekarno pernah bilang, “Hargailah Musuhmu karena mereka mengetahui kelemahanmu.”)


11. Justru saat seperti itulah mereka seharusnya selalu dalam posisi membaca.

12. Karena membaca adalah mendengarkan, melihat, mempelajari, merasakan, memikirkan dan menelaah lebih dalam.

13. Tapi mereka tidak mau mendengarkan, tidak mau melihat, apalagi mempelajari, merasakan, memikirkan dan mau menelaah lebih dalam.

14. Bacalah, segala sesuatu dengan menyebut NamaTuhanmu, Bismillaah.


15. Tahukah Anda perbedaan mendasar dari pluralisme dan pluralitas?

16. Apakah Anda tahu ada perbedaan mendasar antara pluralisme sebagai kata benda yang berarti pemahaman dan pluralitas sebagai satu kata benda yang berarti kesatuan?

17. Bandingkanlah dengan kata berikut, komunisme dengan komunitas. Bisakah Anda membedakannya?

18. Bandingkan pula rasa perbedaannya dengan dua kata berikut, individualisme dengan individualitas.

19. Juga bandingkan kata berikut ini, sosialisme dengan sosialitas (sosialita).

20. Apakah Anda bisa merasakan perbedaan yang lebih tinggi lagi levelnya antara mayorisme dengan mayoritas?


Perbedaan Mendasar Antara KOMUNISME dengan KOMUNITAS

21. Baiklah, akan saya mulai dengan kata asing yang telah dibahasaindonesiakan, komunisme dengan komunitas.

22. Komunisme adalah satu PEMAHAMAN yang bersifat komunal dan kepercayaan akan keseragaman (sama rata sama rasa) dalam segala hal sebagai pola hidup bersama.

23. Sedangkan komunitas adalah satu kesatuan kelompok yang bersifat komunal dimana para anggotanya punya keseragaman pada satu hal.

24. Faham Komunisme kini jadi satu faham terlarang di negeri kita yang menganut Pancasila, tapi banyaknya komunitas bukanlah hal yang terlarang di negeri ini.

25. Pernahkan anda mendengar ada komunitas ini dan komunitas itu yang tumbuh subur di Indonesia? Apakah mereka penganut faham komunisme, tentu tidak.

26. Jadi bisakah dibedakan antara komunitas dengan komunisme, sampai di sini?

Perbedaan Mendasar Antara PLURALISME dengan PLURALITAS
27. Sekarang coba Anda bedakan arti dari pluralisme versus pluralitas, seperti halnya individualisme versus individualitas?

28. Pluralisme adalah pemahaman yang menganggap pluralitas itu tidak boleh dibeda-bedakan, harus ada semangat untuk menyamaratakan keberagaman.

29. Jadi intinya semangat pluralisme adalah meniadakan keberagaman dan menyamaratakan perilaku kita dari perbedaan dengan toleransi yg sama.

30. Hal ini bisa berarti efek negatif pada satu sisi. Jadi pemahaman pluralisme adalah kesalahan fatal dalam menyikapi perbedaan. Sama seperti pemahaman komunisme.

31. Bandingkan dengan arti pluralitas, yang maknanya adalah keberagaman dalam satu kelompok dan itu adalah satu keniscayaan saat kita berada di negeri manapun, termasuk Indonesia.

32. Jadi beda sekali antara pluralisme dengan pluralitas, sama seperti bedanya antara komunisme dengan komunitas.

33. Dalam kata pluralisme dan komunisme, disana pendalaman pemahaman yang berlebihan (hiperbol) dalam penekanan arti kata plural dan komunal.

34. Kita faham betul segala sesuatu yang berlebihan (lebay) atau hiperbolis adalah sesuatu yang tak benar dan tidak pada tempatnya.

35. Itulah sebabnya komunisme dilarang di Indonesia, karena berlebihan dalam pemahaman yang menyikapi keberadaan secara komunal.

36. Demikian pula pluralisme sebenarnya adalah hal yang bertentangan dengan Pancasila karena menyamaratakan keberagaman, dimana kita menjunjung Bhineka Tunggal Ika.

37. Bhineka Tunggal Ika atau Unity in Diversity itu menampung segala Komunitas dan Pluralitas, tapi tak memberikan tempat kepada komunisme dengan pluralisme.

38. Pluralisme padanan adalah komunisme dan individualisme, yang kesemuanya bertentangan dengan faham bangsa Indonesia dan umat Muslim tentunya.

39. Tapi bangsa ini masih menerima komunitas serta pluralitas sebagai bagian dari rakyat Indonesia, dan juga menghargai hak individualitas dari setiap rakyatnya.

40. Bisa dibedakan antara faham pluralisme yang tidak sesuai dengan bangsa ini dengan keberagaman (pluralitas) yang sudah ada pada bangsa ini sejak jaman dahulu?

41. Kita menghargai pluralitas, namun tak memberi tempat pada faham pluralisme bagi bangsa Indonesia.

42. Sama seperti halnya kita menghargai komunitas, tapi tak menerima faham komunisme bagi bangsa ini.

43. Jika sesudah penjelasan ini masih ada yang bersikukuh mempertahankan faham pluralisme seperti yang dijunjung oleh Gus Dur, Anda salah besar.

44. Gus Dur tak pernah meneriakkan ayo hidupkan semangat pluralisme.Yang benar adalah Gus Dur sangat menjungjung plularitas dari bangsa ini.

45. Karena saya yakin, tidak ada faham yang bisa saya anut, kecuali faham agama Allah yang benar semata.

46. Faham-faham buatan manusia yang berdasarkan landasan adanya komunitas, pluralitas, mayoritas tidaklah tepat untuk diterapkan bagi bangsa Indonesia.

47. Entah itu faham Komunisme, Pluralisme ataupun Majorisme, kesemua isme-isme itu sangat mungkin tak sesuai bagi bangsa ini.

Perbedaan Mendasar Antara MAYORISME dengan MAYORITAS
48. Tahukah Anda apakah majorisme (mayorisme) itu? Ini adalah pemahaman sebagian besar rakyat Indonesia yang katanya mengedepankan demokrasi dengan cara musyawarah dan mufakat.

49. Tapi terkadang, faham majorsime lebih didahulukan daripada faham musyawarah mencari mufakat di dalam demokrasi kita.

50. Saya sendiri tak pernah setuju dengan faham demokratisme yang bagi saya sungguh tidak sesuai dengan jiwa bangsa ini yang suka bermusyawarah dan mufakat.

51. Majorisme dalam demokrasi kita sering dilakukan saat kita selalu mengeluarkan "VOTING" sebagai cara terakhir dari pengambilan keputusan saat musyawarah tak mendapat mufakat.

52. Majorisme sangat bertentangan, dalam iklim demokrasi kita, padahal kita adalah mayoritas muslim terbesar di dunia.

53. Apakah mayoritas (atau majoritas) muslim di Indonesia menganut faham mayorisme? Tidak juga, namun itulah yang terjadi di parlemen kita.

54. Banyak politis kita yang berlandaskan nasionalisme dan demokratisme, menggunakan faham yang berbeda dari landasan idealisme mereka, yakni majorisme.

55. Sistem pengambilan keputusan dengan voting adalah berangkat dari faham yang dianut mayoritas para anggota parlemen, dan hal ini disebut majorisme (mayorisme).

56. Voting dan majorisme tentu sangat bertentangan dengan azas negara kita Pancasila, sila ke empat. "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan".

57. Namun masih saja hal ini dilakukan sebagian besar politisi kita yang menyandangkan nama demokrasi di tubuh partainya. Padahal, itu bukanlah budaya bangsa kita.

58. Voting dalam majorisme adalah pemahaman setan yang disusupkan dalam benak para politisi kita yang menganggap kebenaran itu adalah yang didukung majoritas.

59. Padahal tidak semua kebenaran PASTI didukung oleh kebanyakan orang yang ada.

60. Para politisi yang berfaham mayorisme dengan mendukung VOTING sebagai satu senjata akhir, sama halnya dengan memaksakan kebodohan sebagai jalan pintas kebijakan publik.

61. Bagi mereka pemahaman mayoritas yang ada dalam pengambilan keputusan berdasarkan VOTING adalah final dari kebijakan. Ini kebohongan terbesar dari faham sesat kebanyakan politisi.

62. Kita harus meluruskan, bahwa musyawarah mencapai mufakat adalah hal tertinggi yang ada di bangsa ini, terutama dalam menjalankan idealisme negara kita.

63. Itulah sebabnya mengapa ada MPR sebagai lembaga tertinggi negara setelah DPR sebagai badan legislatif dari setiap kebijakan yang akan dibuat ini, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) bukan MVR (Majelis Voting Rakyat) bukan?

64. MPR adalah majelis tertinggi dalam setiap pengambilan keputusan yang menjadi TAP MPR dan harus dijalankan oleh presiden republik ini.

Pengkebirian Fungsi dan Tugas MPR
66. Pada kenyataanya, semenjak era reformasi 2008 lalu, fungsi dan tugas MPR seperti dikebiri, sehingga wacana musyawarah dalam mencapai mufakat tidak lagi menjadi landasan pengambilan keputusan.

67. Maka mayorisme yang mendominasi, dan votinglah yang menjadi senjata utama dari puncak pergolakan rakyat Indonesia yang dimulai dengan demonstrasi para mahasiswa dan beberapa elemen lapisan masyarakat kita di era reformasi.

68. Saya tidak pernah mengatakan era reformasi menjadi kebablasan, namun saya hanya menyayangkan, mengapa faham majorisme (mayorisme) menjadi puncak dari segala keputusan.

69. Lalu dimana fungsi kecerdasan dan intelektualitas para wakil rakyat di DPR? Jika segala sesuatu harus dilakukan VOTING dengan alasan "demokrasi" yang sebenarnya identik dengan mayorisme.

VOTING Bukanlah Alat Pembenaran dari Keputusan
70. Tentunya Anda tidak setuju bukan, bahwa kebenaran itu ditentukan dari banyaknya masyarakat yang memahami dan mendukung dari kebenaran tersebut, ini sama halnya dengan busa di lautan, mudah hilang dan semu.

71. Padahal kebenaran itu tidaklah semu dan tidak bisa mudah hilang dari kesadaran kita.

72. Dengan begitu, maka mayorisme sangat bertentangan dengan semangat "musyawarah demi mufakat" yang selama ini kita anut.

73. Mayorisme khususnya pengambilan keputusan dengan VOTING adalah pembodohan rakyat yang bersifat sistemik.

74. Mayorisme khususnya pengambilan keputusan dengan VOTING adalah kesalahan fatal dari era reformasi yang masih bisa kita perbaiki, dengan kembali kepada budaya bangsa kita.

75. Mayorisme dengan pengambilan keputusan VOTING sudah terbukti hanya menimbulkan mudharat (kerusakan) parah yang tak bisa diampuni serta tak bisa diperbaiki kecuali dengan perubahan.

76. Mayorisme adalah bentuk faham pembodohan yang paling sering dilakukan dalam budaya demokrasi yang lebih cenderung kepada oligarki dan monarki.

77. Kasus korupsi yang terjadi dan subur tumbuh di segala tingkat kepemimpinan bangsa ini adalah akibat dari mayorisme yang penuh dengan kebodohan di tubuh mayoritas parlemen kita.

78. Mereka yang mengagungkan kemenangan demokrasi dengan banyaknya jumlah suara adalah mereka yang sengaja atau tidak membuka pintu selamat datang kepada kejahatan publik dengan mengatasnamakan demokrasi.

79. Akhirnya bisa saja di kemudian hari generasi berikutnya yang sejatinya adalah anak-anak kita, akan memberontak karena tidak tahan dengan demokrasi itu sendiri yang selalu mendahulukan voting kebodohan daripada musyawarah mufakat demi kepentingan kebutuhan rakyat.

80. Demokrasi jadi alasan untuk faham buruk mayorisme bisa ditumbuhkembangkan dalam negara yang katanya menjunjung Ketuhanan Yang Maha Esa ini.

81. Padahal mereka yang mengusung semangat VOTING untuk pengambilan keputusan akhir adalah wakil hawa nafsu dan wakil setan yang dipilih rakyat, dan mereka pendusta-pendusta bangsa, mereka hampir mirip dengan pendusta agama.

82. Hanya saja mereka mendapat dukungan rakyat yang notabene terlalu bodoh untuk mengetahui bahwa wakilnya adalah seorang pendusta dan bodoh dalam pemahaman kerakyatan.

83. Di sinilah agama Islam menjadi solusi atas faham mayorisme yang sesat dan jadi hal yang umum dipakai oleh politisi kita dengan tameng demokrasi.

84. Jika demokrasi seperti pemahaman para politisi dengan idealisme voting sebagai putusan akhir dan mayorisme sebagai bukti pembenarannya, maka saya adalah orang pertama yang menentang demokrasi.

85. Karena bagi saya demokrasi itu hampir identik dengan suara rakyat, bukan suara sekelompok wakil rakyat (mayorisme). Betulkah pemahaman "Suara Rakyat, Suara Tuhan"?

86. Bisa jadi benar, para wakil rakyat itu bertarung dengan keilmuan dan keahlian mereka bermusyawarah demi kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. namun menjadi sesat saat mereka mengambil keputusan berdasarkan VOTING anggota dewan.

Para PENGUSUNG MAYORISME adalah PENDUSTA DEMOKRASI
87. Ya betul sekali, para wakil rakyat yang sekarang duduk di dewan dan mengandalkan mayorisme sebagai senjata pamungkas demokrasi yang mereka teriakkan itu adalah PENDUSTA sebenarnya bagi rakyat kita.

88. Tidakkah mereka tahu, bahwa faham mayorisme itu akan bermuara pada konspirasi jahat yang berujung dengan politik jual beli keputusan berdasarkan jumlah suara terbanyak voting. Sungguh kejahatan sistemik yang membahayakan.

89. Tak heran korupsi, kolusi dan nepotisme begitu mewabah di tingkat badan legislatif, yang akhirnya menular ke eksekutif dan yudikatif kita, farena faham mayorisme begitu menggila.

90. Pernahkan Anda mendengar ucapan populer berikut ini, "Kalau saya nggak ikutan ya saya akan digilas juga." Ini buah dari faham mayorisme.

91. Naudzu billahi min dzalik! Istilah itu keluar karena faham mayorisme begitu masuk secara sistemik ke dalam tubuh parlemen hingga tingkat terendah.

92. Kembali kepada kesalahpahaman faham Pluralisme, Komunisme dan terakhir Mayorisme yang kini menjadi pilihan banyak orang di Indonesia, padahal itu adalah kesesatan tipuan setan.

93. Kesemua faham itu jadi landasan berfikir baik sedikit maupun mendasar bangsa yang katanya mengaku sangat menjunjung budaya agung ketimuran.

94. Tidak ada kemuliaan dan keagungan bagi bangsa Indonesia, jika dia meninggalkan budi pekerti dalam ajaran agama yang selalu mengingatkan bahwa setan "pemahaman" adalah musuh kita yang sesungguhnya.

95. Selama kita tidak sadar bahwa pemahaman yang sesat adalah cara setan menanamkan kebodohan dari awal gaya hidup kita, maka sejak itulah kita dalam kesesatan nyata.

96. Kembali mengingatkan bahwa pemahaman yang berlebihan adalah berhala kebodohan yang dikultuskan alam bawah sadar kita.

FAHAM (ISME) SESAT adalah Jalan Setan Yang Diikuti Tanpa Sadar dan Tanpa Kecerdasan
97. Pengkultusan pemahaman sesat seperti pluralisme, komunisme dan mayorisme merupakan jalan setan yang harus kita jauhi.

98. Jika kita tak segera berhenti dan keluar dari pemahaman sesat itu, maka tunggu saja kehancuran bangsa ini yang akan terjadi kurang dari satu dekade.

99. Namun Allah yang Maha Penyayang, selalu memberi perlindungan dan pengampunan bagi hambaNya yang mau segera bertobat dari kesalahan dosa pemahaman sesat yang pernah dilakukan.

100. Tak ada kata terlambat, jika kita mau berubah dari pemahaman sesat pluralisme, komunisme dan mayorisme menjadi pemahaman yang lebih mendahulukan perintah syariat agama daripada faham buatan manusia.

101. Karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,bangsa ini pasti bisa berjaya di masa depan, meskipun mereka yang tak mempercayai keagungan syariat ajaran agama tidak menyukai tulisan saya ini.

Artikel ini berlanjut dalam tulisan berikutnya. [■]

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner