iklan banner AlQuran 30 Juz iklan header banner iklan header iklan header banner
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Target PAD Setahun, Sorotan Nepotisme Menghantui Tri Adhianto

banner

Kepala BAPENDA Diberi Ultimatum Mundur Bila Gagal: Tapi Publik Justru Mencium Nepotisme Di Balik Jabatan


 — KOTA BEKASI | Rabu siang, 3 September 2025, aula Balai Kota Bekasi penuh sesak. Satu per satu, 19 pejabat eselon II maju ke depan, mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto.

Rotasi ini menjadi yang pertama sejak ia resmi duduk di kursi orang nomor satu Kota Bekasi.


Hadir mendampingi, Wakil Walikota Abdul Harris Bobihoe, Ketua DPRD Sardi Efendi, dan sang istri yang juga Ketua Tim Penggerak PKK, Wiwiek Hargono, yang bernama asli Dwi Setyowati.


Namun, dari 19 pejabat yang dilantik, sorotan utama tertuju pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Dinas Kesehatan.

Dalam pidatonya, Tri menekankan bahwa pelantikan ini bukan sekadar tukar posisi. Ia ingin mesin birokrasi bekerja lebih efektif. 

“Jangan hanya menerima jabatan lalu berhenti, tapi tunjukkan kerja nyata,” katanya.

Instruksi keras diberikan kepada M. Solikhin, Kepala Bapenda yang baru. Ia diminta menandatangani surat pernyataan siap mundur bila gagal memperbaiki sistem Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam setahun.

“Ada konsekuensi berupa pengunduran diri,” ujar Tri serius.


Rotasi Perdana Tri Adhianto: Target PAD, Sorotan Nepotisme

Selain Bapenda, rotasi juga menyentuh sektor vital. Alexander Zulkarnaen memimpin Dinas Pendidikan, Arief Maulana menakhodai Dinas Tata Ruang, sementara pucuk pimpinan Dinas Kesehatan kini dijabat drh. Satia Sri Wijayanti.


Rotasi ini, kata Tri, adalah bagian dari upaya merapikan barisan. “Integritas dan komitmen adalah kunci,” ucapnya.

Waktu akan membuktikan seberapa jauh reshuffle perdana Tri ini sanggup menjawab tantangan. Namun, di balik sorak-sorai pelantikan, tersisa tanda tanya lain: hubungan keluarga di lingkaran kekuasaan Bekasi.

Jejak Keluarga di Balik Rotasi

Dari 19 pejabat yang dilantik, dua nama menimbulkan sorotan: drh. Satia Sri Wijayanti dan M. Solikhin.

Satia adalah adik kandung Walikota Tri Adhianto. Sedangkan Solikhin, yang kini menahkodai BAPENDA, adalah suami Satia—alias ipar Walikota.


Sementara dalam UU No. 28 Tahun 1999 menyatakan bahwa nepotisme sebagai tindakan penyelenggara negara yang mengutamakan kepentingan keluarga atau kroninya, yang mengakibatkan pemberian jabatan atau fasilitas secara tidak sah.

Padahal Undang-undang ini jelas-jelas mewajibkan penyelenggara negara untuk tidak melakukan KKN, bukan Kuliah Kerja Nyata pastinya, tapi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.


Keduanya ditempatkan di posisi strategis. Dinas Kesehatan mengelola anggaran raksasa untuk layanan publik, sementara BAPENDA menjadi jantung penerimaan daerah.

Kombinasi itu membuat publik bertanya: apakah rotasi ini murni pembenahan kinerja birokrasi, atau justru penempatan keluarga di kursi empuk?

Tri buru-buru membantah. Ia menyebut semua proses promosi melalui mekanisme pertimbangan jabatan dan kepangkatan. 

“Yang kita lihat adalah kompetensi dan komitmen, bukan hubungan keluarga,” katanya.

Namun keraguan publik sulit dihapus. Beberapa pengamat menilai penempatan pasangan adik dan ipar walikota di dua pos penting berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Bahkan bila mereka kompeten, publik tetap menaruh curiga soal independensi keputusan,” ujar seorang akademisi politik lokal yang berdomisili di Bekasi.

Bekasi bukan pertama kali menghadapi isu serupa. Tuduhan jual-beli jabatan dan dominasi kelompok dekat penguasa pernah mewarnai periode sebelumnya.


Kini, dengan adik dan ipar Tri mengendalikan dua dinas vital, aroma nepotisme kembali menyeruak.

Ujian satu tahun ke depan bukan hanya soal target PAD, tapi juga tentang integritas politik keluarga di Balai Kota.

Jika gagal, rotasi perdana Tri yang diniatkan sebagai penyegaran bisa berubah jadi bumerang.


Analisis Skenario: Masa Depan Bapenda Bekasi di Tangan Keluarga Walikota

1. Target PAD Tercapai

Jika dalam setahun Bapenda berhasil memperbaiki sistem dan menaikkan Pendapatan Asli Daerah sesuai target, dampaknya bisa sangat besar:

  • Keuntungan Politik Tri Adhianto
    Tri akan dipersepsikan publik sebagai pemimpin yang berani memberi target keras dan terbukti berhasil. Citra kepemimpinan “tegas sekaligus visioner” akan terbangun, menutupi isu nepotisme.
  • Legitimasi Keluarga
    Penempatan adik dan ipar di kursi strategis bisa dipoles sebagai bukti kepercayaan dan hasil kerja nyata. Narasi “kompetensi di atas kekerabatan” bisa dipakai untuk menepis kritik.
  • Efek Elektoral
    Kinerja PAD yang membaik bisa menjadi amunisi politik menuju Pilkada atau kontestasi lain. Tri berpotensi melanggengkan kekuasaan keluarga di Bekasi.
  • Risiko Baru
    Keberhasilan juga bisa memunculkan “kecemburuan birokrasi” karena dinilai hanya keluarga yang diberi ruang emas. Bisa menimbulkan friksi internal OPD lain.

2. Target PAD Tidak Tercapai

Jika dalam satu tahun target tidak terpenuhi, skenario menjadi rumit:

  • Kewajiban Mundur
    Surat pernyataan mundur yang sudah ditandatangani bisa menjadi senjata balik. Publik akan menagih janji. Bila tidak ditepati, tuduhan “komitmen palsu” akan muncul.
  • Erosi Kepercayaan Publik
    Gagalnya Bapenda justru menguatkan narasi bahwa penempatan keluarga adalah blunder politik. Kesan nepotisme akan semakin kental.
  • Dampak Politik Tri
    Oposisi lokal maupun DPRD bisa memanfaatkan kegagalan ini untuk melemahkan posisi Tri. Bisa jadi pintu masuk interpelasi, hak angket, atau sekadar tekanan politik.
  • Friksi Internal
    Pejabat lain akan merasa lebih berhak, karena “keluarga sendiri saja gagal diberi target.” Ini bisa memicu resistensi birokrasi.
  

3. Kemungkinan Terburuk: Manipulasi & Korupsi

Jika upaya mengejar target PAD justru memunculkan praktik menyimpang, konsekuensinya bisa fatal:

  • Manipulasi Data PAD
    Ada potensi angka-angka penerimaan didandani agar terlihat sesuai target. Akuntabilitas jadi korban. Jika ketahuan, kredibilitas pemerintah kota runtuh.
  • Korupsi Retribusi & Pajak Daerah
    Sektor PAD rawan permainan: mulai dari setoran pajak restoran, reklame, parkir, hingga izin usaha. Jika keluarga dekat Wali Kota terlibat, kasus bisa meledak jadi skandal hukum.
  • Investigasi Aparat Hukum
    Kejaksaan maupun KPK bisa turun tangan jika ada bukti penggelapan atau manipulasi PAD. Bekasi sudah beberapa kali jadi sorotan lembaga antirasuah, sehingga risiko tinggi.
  • Krisis Politik & Citra Keluarga
    Jika benar-benar terbukti, skandal ini bisa jadi “game over” bagi karier politik Tri. Narasi “birokrasi keluarga” bisa berubah menjadi “korupsi keluarga”.
  • Gejolak Internal
    Birokrasi bisa terbelah: ada yang membela, ada yang berjarak. Tekanan publik dan media berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Pemkot Bekasi.

Kesimpulan

Apapun hasilnya, Bapenda kini menjadi barometer integritas dan efektivitas pemerintahan Tri Adhianto.

Jika sukses, keluarga Wali Kota bisa makin kokoh di Bekasi. Jika gagal, bisa jadi pintu masuk jatuhnya legitimasi.

Dan jika sampai ada penyimpangan, Bekasi berpotensi masuk pusaran kasus hukum besar berikutnya. [■]
Reporter: NMR / SidikRizal - Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL


banner iklan bawah post 1
banner bawah post 2

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

Previous Post Next Post
banner iklan BksOL