iklan banner AlQuran 30 Juz iklan header banner iklan header iklan header banner
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Absen Diskusi, Wako Pamit Ke Bandung, Problem CSR Dijawab Bappelitbangda

banner

Tri Adhianto Absen, Dicky Jawab: Nunggu Political Will Walikota. Sidik Warkop: Itu Nyindir Bos Dewek, CSR Gak Optimal!


"Saat sumber rezeki CSR berubah jadi bahan baku kampanye, dan plakat “Patriot” lebih besar dari transparansi, padahal Kota Bekasi tak butuh bom atom, cukup bom janji politik yang meledak tiap lima tahun," sindir Sidik Warkop kepada Pemkot Bekasi.

 — KOTA BEKASI |  Suasana aula PWI Bekasi Raya, Kamis siang (9/10/2025), mendadak jadi tambah seru dan heboh. Bukan karena listrik padam, tapi karena seorang wartawan bernama Sidik Warkop baru saja menyalakan “lampu kritik” di tengah forum resmi pemerintah.

Pada acara dialog publik dan diskusi media itu, sayangnya Walikota tak sempat hadir karena satu dan lain alasan berupa panggilan dari Gubernur Jabar KDM, dan diwakilkan oleh Kepala Bappelitbangda (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah), Dr. Dicky Irawan.

Sedangkan Sekda Kota Bekasi yang juga terpaksa tak bisa hadir diwakilkan oleh Asda II, H. Inayatullah yang pada akhirnya juga didelegasikan kepada Kabag Pembangunan, Saut Hutajulu, A.Md LLAJ, SE, MSi.

Hadir pula Ketua DPRD Kota Bekasi, Dr. Sardi Efendi, SPd, MPd, dan juga Ketum Ormas LAKI Burhanuddin Abdullah, serta Ketua PWI Bekasi Raya Ade Muksin, SH. yang duduk di meja panelis.

Sementara jajaran KSB PWI Bekasi Raya, seperti inisiator acara Sekretaris PWI Bekasi Raya Michael L Lengkong dan Bendahara Mbak Nina duduk bangku depan peserta diskusi dan di belakangnya puluhan wartawan, Kamis (19/10/2025), sejak pukul 9:30 WIB hingga selesai jelang Zhuhur.


Acara dibuka dengan sambutan Ketua DPRD, Sardi Efendi, lalu selesai pemaparannya tentang CSR, dirinya langsung pamitan dan berikan lembar catatan yang disusunnya sendiri tentang CSR di Kota Bekasi.

Catatan Ketua DPRD yang secara historis memiliki dua Perda itu telah disetujui legislatif, namun karena dirinya harus memimpin sidang paripurna DPRD Kota Bekasi, dia tak bisa memaparkannya secara rinci dan dia mohon izin segera pamit.




Setelah sambutan dari semua panelis yang hadir masuk ke sesi acara tanya jawab dibagi dalam beberapa termin.

Pada sesi pertanyaan kedua, Sidik Rizal Pemred jejaring media JabarOL dan BekasiOL dengan gaya sok serius dan suara mirip pembawa acara kuis, berikan pertanyaan ringan tentang CSR sebagai salah satu sumber rezeki bagi Pemkot Bekasi ini.

Itu istilah yang dipakai oleh Ketua Bappelitbangda, yang kini telah jadi Bap_murah_Abangda, tak terlalu pelit informasi lagi.

Kalo sudah dibuat dua kali Perdanya, lalu kenapa CSR di Bekasi gak jalan, tapi waktu kampanye, tiba-tiba semua perusahaan jadi dermawan?” tanyanya sedikit mengulik anomali pengawasan Pemkot atas berjalannya CSR.


Ditambah lagi usai acara, Sidik Warkop pun beri komentarnya yang penuh sindiran tanpa bermaksud menyerang.

Lucu ya, pas kampanye, CSR itu kayak cinta monyet — manisnya cuma sebentar. Habis itu ghosting! Eh menghilangnya justru pada saat diskusi media dan dialog publik terbuka. Jadi herman gue...!” ujar Sidik Warkop yang tak jarang digadang-gadang paling cuek dan mbalelo di kalangan aparat pemda setempat.

Pertanyaan itu dilempar langsung ke Kepala Bapelitbangda, Dr. Dicky Irawan, yang saat itu jadi “pemain pengganti” Walikota Tri Adhianto — sang kapten tim yang mendadak “cedera diplomatik” karena harus ke Cimahi dengan alasan panggilan mendesak Gubernur KDM. Percaya aja deh.

Namun, publik seperti tahu, di Bekasi, kata berhalangan hadir sering artinya tidak ingin disindir. Hahaha...! Ini ujaran satu wartawan yang hadir tapi tak mau disebut namanya.

Sidik Warkop pun menambahkan, “Kalau pejabat bisa absen seenaknya, berarti warga juga boleh absen bayar pajak atau absen bayar BPJS dong. Biar adil, gitu loh.

Sidik si wartawan komika itu pun lalu ajukan data lapangan di forum diskusi: mushola di Kota Bambu dibangun oleh CSR Bank Mandiri, jembatan penyeberangan dengan plakat caleg partai biru, hingga lapangan Durenjaya RW 011 Bekasi Timur wilayah tempat tinggal Sidik Warkop, yang disulap ada jogging track sekeliling lapangan hijau dengan tempat sampah polyurithane berlogo perusahaan pemberi CSR.

Masalahnya, lapangan itu justru diberi plang nama besar “LAPANGAN PATRIOT” dengan huruf “TRI” berwarna merah mencolok.

Komentar Sidik lebih perih, “Pantesan tulisannya gede, mungkin biar bisa dibaca malaikat pencatat amal waktu lewat udara.

Ketika ditanya kenapa lembaga pengelola CSR yang dulu sering disebut dengan istilah BSR, Bekasi Social Responsibility dan akhirnya dikenal dengan penyebutan PTJSL (Pengawas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan).

Perda 2017 yang sudah terkoreksi Perwal berikutnya tahun 2019, salah satu butir frase "diwajibkan" besaran prosentasenya itu malah berkesan seolah PTJSL telah dibubarkan Pemkot secara tak langsung.

Dimana sebenarnya tajuk dialog publik dan diskusi media ini bukan persoalkan transparansi, namun lebih kepada bagaimana optimalisasi CSR bagi kepentingan warga Kota Bekasi, jelas Dicky.

Dengan alasan yang sama Dicky menjawab pertanyaan Sidik Rizal dengan analogi canggih berikut;

Mana yang lebih sulit, ilmuwan bikin bom atom atau penguasa negara dalam menentukan keputusan politik dengan kemana bom atom itu akan dijatuhkan?” tanyanya beretorika. Tentunya sama-sama sulit bukan.

Jawaban itu disambut tawa getir para wartawan — bukan karena lucu, tapi karena benar.

Menanggapi jawaban tersebut Sidik Warkop berkomentarWaduh, di Bekasi kayaknya bukan bom atom yang berbahaya, tapi bom janji yang meledak tiap lima tahun.

Menurut Dicky, ini soal political will. Tanpa kemauan politik dari pihak petinggi Pemkot Bekasi maka masalah optimalisasi ataupun transparansi CSR sebagai sumber rezeki kota Bekasi tak akan terwujud.

Satu wartawan lainnya pun menanggapi dengan menterjemahkan, sepertinya CSR hanya akan jadi papan nama tanpa realisasi apalagi pengawasannya, dan itu bukan program nyata.

Pernyataan Dicky yang terdengar seperti peluru nyasar itu justru mengenai langsung ke jantung sang walikota.

Lagi-lagi Sidik Warkop berikan sindiran makjleb, “Kalimatnya keren banget. Harusnya ditulis di spanduk kelurahan: Bekasi, Kota dengan Political Will yang Masih di Draft.”

Di sisi lain, Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, juga menyayangkan ketidakhadiran walikota.

Menurutnya, secara etika komunikasi publik, pemimpin mestinya hadir atau minimal menyapa lewat daring.

Sidik War (kop nya gak dipakai dulu) pun menambahkan : Mungkin jaringan internet walikota cuma bisa nyambung ke Cimahi. Wi-Fi Bekasi Patriot kan kadang ngambek. kecuali di kantor PWI Bekasi Raya, selalu bisa online hotspot nya.

Ade menegaskan, forum itu bukan ruang kritik, melainkan dialog publik yang seharusnya memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola dana CSR.

Namun, tanpa pemimpin utama, forum terasa seperti hajatan tanpa tuan rumah.

Sidik Warkop pun semakin memanaskan, “Untung gak ada nasi kotak, kalau ada pun mungkin walikota juga minta diwakilkan makannya."

"Maksud saya; nasi kotak berdaging cukup bisa diwakilkan dengan Snack box isi risol, pastel, lemper dan kue talam putu ayu plus satu cup air mineral.” ungkap Sidik Warkop menyitir (baca: menyindir) pertanyaan wartawan lain yang minta narasi dan literasi berdaging dari panelis sebagai narasumber sumber.


PWI berencana menyusun rekomendasi hasil dialog untuk diserahkan ke Pemkot dan DPRD.

Tapi sebagian wartawan berbisik, rekomendasi itu mungkin hanya akan jadi hiasan meja rapat, bersanding dengan kopi dingin dan janji hangat.

Sidik menambahkan “Di Kota Bekasi, rekomendasi itu kayak rencana diet. Ditulis sih iya, dijalankan sih nanti-nanti aja.”

Ucapan Dicky tentang bom atom akhirnya bisa menjawab keresahan di sessi kedua pertanyaan para wartawan yang dihadiri bukan hanya anggota PWI namun banyak wartawan organisasi profesi lainnya itu, dan sessi kedua ini meninggalkan tawa sekaligus getir.


"Sebab di kota ini, bom yang paling sering meledak bukan dari uranium, tapi dari keputusasaan rakyat yang menunggu transparansi. Ciyeeeehh...!" kata Sidik.

Kalau bom atom bisa menghancurkan kota, bom janji bisa menghancurkan kepercayaan publik. Bedanya, yang satu bisa diledakkan sekali, yang satunya bisa diulang terus setiap pemilu.” ujar nya tanpa melucu. [■] 

Reporter: Tim Investigasi NMR Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
👁️ Artikel ini telah dilihat oleh : 0 views.

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

Previous Post Next Post
banner iklan BksOL