Air Bah Menyapu Sumatera, Kebijakan Masih Berjalan Lambat: GMBI Bergerak Lebih Dulu Justru dari Kota Bekasi
Saat gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution dinilai kurang sigap mengantisipasi banjir bandang yang diduga kuat karena deforestasi, gerakan solidaritas GMBI Kota Bekasi justru memantik respons nasional.
Sejak pukul 09.00 WIB, belasan anggota GMBI sudah berjaga di Stasiun Bekasi Kota membawa kardus donasi bertema “GMBI Peduli”.
Ketua GMBI Distrik Kota Bekasi, Abah Zakaria, menginisiasi aksi penggalangan dana pertama se-Indonesia, mendahului seluruh distrik lain yang masih sibuk menyusun poster dan rapat koordinasi.
Ketua GMBI Distrik Kota Bekasi, Abah Zakaria, menegaskan komitmen organisasinya untuk membantu para korban bencana.
Ia mengajak masyarakat ikut bergotong-royong.
“Tentunya mereka saudara-saudara kita yang lagi terkena musibah banjir dan tanah longsor sangat membutuhkan bantuan dan uluran tangan dari kita semua,” tandasnya.
Aksi ini berlangsung sepekan penuh sebelum nantinya dana diserahkan ke DPP GMBI di Bandung untuk kemudian dihantarkan ke para korban banjir bandang di Sumbar, Sumut, Aceh, dan sebagian Riau.
Aksi “GMBI Peduli” di Bekasi ini sekaligus menjadi seruan moral kepada semua pengurus wilayah teritorial dan distrik kabupaten/kota se-Indonesia agar melakukan gerakan serupa.
Bila air bah bisa bergerak cepat tanpa menunggu komando, maka solidaritas sosial—menurut GMBI—seharusnya bergerak lebih cepat lagi.
Ironisnya, beberapa kepala daerah justru terlihat lebih ahli memotong pita proyek baru ketimbang memotong laju deforestasi yang menjadi biang keladi bencana.
BekasiOL mencatat, bencana yang terjadi di Sumbar, Sumut, Aceh, hingga Riau bukan hanya soal curah hujan tinggi, tetapi juga curah kelalaian yang menahun.
Hutan-hutan yang seharusnya menjadi sabuk keselamatan telah lama digantikan oleh kebun cepat panen dan proyek cepat cuan.
Dan ketika tanah longsor serta air bah menghantam warga, para pejabat baru sadar bahwa alam tak bisa disuap dengan laporan administrasi.
Karena itulah, langkah GMBI Bekasi terasa seperti tamparan halus—elegan namun menyengat—kepada para pemimpin daerah di Sumatera.
Saat mereka masih “mengurai persoalan” di forum-forum resmi, masyarakat bawah justru langsung mengulurkan tangan.
“Solidaritas tanpa batas” menjadi prinsip yang dihidupi GMBI. Tidak ada anggaran rapim, tidak ada seremonial, tidak ada baliho. Hanya aksi nyata.
Dan ketika ratusan kepala keluarga di Sumatra masih berjuang menata hidup dari puing bencana, setidaknya ada satu kabar baik: masih ada elemen masyarakat di Kota Bekasi yang bergerak walau bukan mereka yang terkena banjir, walau bukan mereka yang dinilai lalai, tetapi mereka merasa terpanggil.
Mungkin inilah pelajaran yang ingin disampaikan GMBI secara halus: Jika alam sudah berbicara, jangan tunggu bencana berikutnya untuk berhenti menebangi hutan.
Karena rakyat bisa menyumbang, tetapi mereka tidak bisa menyulap gunung kembali tumbuh.
Bekasi bergerak, Sumatera memanggil, dan para pemimpin—yah, semoga ikut belajar. [■]



Post a Comment
Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL