contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

CAWAPRES 2009: PRABOWO SUBIANTO

banner
PRABOWO:SAYA HANYA TIDAK SETUJU DENGAN KAPITALISME TAK TERKENDALI


Saat ditanya wartawan tvOne mengapa ia mennetang kapitalisme dan neo-liberalisme, sementara ia sendiri adalah seorang pengusaha (kapitalis). Maka dengan wajah tercenung sesaat, Prabowo masih bisa menjawab dengan tenang;

"....Sekarang ini masih banyak orang yang bermain dengan istilah-istilah untuk menyerang lawan. Padahal kita semua tahu bahwa kapitalis itu artinya adalah pemodal. Besar kecilnya bukanlah hal yang jadi masalah. Petani kecil yang mempunyai sebidang tanah, maka ia adalah kapitalis. Nelayan yang mempunyai perahu, maka ia juga bisa disebut sebagai kapitalis. Dan yang jadi permasalahan dan sangat saya tentang adalah kapitalisme yang tak terkendali..."

Bekasi, dobeldobel.com
Berikut saya kutip Biodata dan Profil singkat yang saya peroleh dari jaringan dan bank data, tentang Prabowo.

PROFIL SINGKAT
Pensiun dari dinas militer, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Ia mengabdi pada dua dunia. Nama mantan Pangkostrad dan Danjen Kopassus ini kembali mencuat, menyusul keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Golkar. Kemudian dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, dia terpilih menjadi Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin Pulungan, yang hanya meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325 suara.
Putera begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini telah kembali ke ladang pengabdian negerinya. Tak berlebihan untuk mengatakannya demikian. Maklum, kendati sudah hampir tiga tahun pulang ke tanah air – setelah sempat menetap di Amman, Yordania – Prabowo praktis tak pernah muncul di depan publik. Apalagi, ikut nimbrung dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang sarat dengan adu-kepentingan segelintir elite.
Mantan menantu Soeharto ini lebih memilih diam, sembari menekuni kesibukan baru sebagai pengusaha. ”Kalau bukan karena dorongan teman-teman dan panggilan nurani untuk ikut memulihkan negara dari kondisi keterpurukan, ingin rasanya saya tetap mengabdi di jalur bisnis. Saya ingin jadi petani,” ucap Prabowo.
Diakui, keikutsertaannya dalam konvensi Partai Golkar bukan dilatarbelakangi oleh hasrat, apalagi ambisi untuk berkuasa. Seperti sering diucapkan, bahkan sejak masih aktif dalam dinas militer, dirinya telah bersumpah hendak mengisi hidupnya untuk mengabdi kepada bangsa dan rakyat Indonesia.

Prabowo sangat mafhum, menjadi capres – apalagi kemudian terpilih sebagai presiden – bukan pilihan enak. Karena, siapa pun nanti yang dipilih rakyat untuk memimpin republik niscaya bakal menghadapi tugas yang maha berat. ”Karenanya, Pemilu 2004 merupakan momentum yang sangat strategis untuk memilih pemimpin bangsa yang tidak saja bertaqwa, tapi juga bermoral, punya leadership kuat dan visi yang jelas untuk memperbaiki bangsa,” tambahnya.
Bagi sebagian orang, rasanya aneh menyaksikan sosok Prabowo Subianto tanpa seragam militer. Tampil rapi dengan setelan PDH warna kelabu, lelaki 52 tahun itu memang terlihat lebih rileks jika dibandingkan semasa masih dinas aktif dulu. Senyumnya mengembang dan tak sungkan berbaur dengan masyarakat – utamanya kader-kader Partai Golkar – yang antusias menyambut kedatangannya di beberapa kota. Dalam setiap orasi selama mengikuti tahapan konvensi calon presiden Partai Golkar, Prabowo bahkan amat fasih bertutur tentang kesulitan yang mengimpit para petani dan nelayan, serta beraneka problem riil di masyarakat yang kian mengenaskan. ”Situasi ini harus cepat diakhiri. Kita harus bangkit dari kondisi keterpurukan dan membangun kembali Indonesia yang sejahtera,” ujarnya di atas podium.
-----------------------------------------------------
Nama:
Prabowo Subianto
Lahir:
Jakarta, 17 Oktober 1951
Agama:
Islam

Pendidikan:
SMA: American School In London, U.K. (1969)
Akabri Darat Magelang (1970-1974)
Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD

Kursus/Pelatihan:
Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (1974)
Kursus Para Komando (1975)
Jump Master (1977)
Kursus Perwira Penyelidik (1977)
Free Fall (1981)
Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981)
Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981)

Jabatan:
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)

Jabatan Sekarang:
Ketua Umum HKTI periode 2004-2009

Komisaris Perusahaan Migas Karazanbasmunai di Kazakhstan

Presiden Dan Ceo PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak Kelapa Sawit), Jakarta, Indonesia

Presiden Dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian, Kehutanan Dan Pulp) Jakarta, Indonesia

Presiden Dan Ceo PT Jaladri Nusantara (Perusahaan Perikanan) Jakarta, Indonesia
-------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber Wikipedia Bebas

Kehidupan pribadi Prabowo Subianto
Anak dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo, ini menikah dengan Titiek Prabowo, anak Presiden Soeharto, akan tetapi bercerai setelah dicopot jabatannya oleh Presiden Habibie melalui mantan Pangab Wiranto karena keterlibatan oknum Kopassus dalam kasus penculikan sejumlah aktivis LSM dan pelanggaran HAM[2].


Kontroversi dan Dugaan Pelanggaran HAMPrabowo termasuk tokoh kontroversial di Indonesia.[rujukan?] Pada tahun 1983, kala itu masih berpangkat Kapten, Prabowo diduga pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB Moerdani[3], namun upaya ini digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror[4]. Prabowo sendiri adalah wakil Luhut saat itu.
Pada tahun 1997, Prabowo diduga kuat mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis, terutama aktivis PRD[5]. Setidaknya 14 orang, termasuk seniman Widji Thukul, masih hilang dan belum ditemukan hingga sekarang[6]. Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk mengeksekusi operasi tersebut[7]. Namun demikian, Prabowo belum diadili atas kasus tersebut hingga sekarang walau anggota Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara. Para korban dan keluarga korban juga sama sekali belum memaafkannya dan masih terus melanjutkan upaya hukum. Sebagian berupaya menuntut keadilan dengan mengadakan aksi 'diam hitam kamisan'[8]setiap hari Kamis. Prabowo dan koleganya, Sjafrie Syamsuddin, juga tidak pernah memenuhi Panggilan Komnas HAM yang berusaha untuk mengusut kasus tersebut[9].
Di samping itu, Prabowo juga diduga kuat mendalangi kerusuhan Mei 1998 berdasar temuan Tim Gabungan Pencari Fakta.[10][11]. Dugaan motifnya adalah mendiskreditkan rivalnya Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan Kerusuhan, yang mana ternyata ia gagal[12][13]. Dia juga masih belum diadili atas kasus tersebut.
Juga pada Mei 1998, menurut kesaksian Presiden Habibie dan purnawirawan Sintong Panjaitan[14], Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman Habibie untuk kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya sebagai Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie. Terkait masa-masa tersebut, Prabowo kemudian hari juga berpolemik dengan purnawirawan Jendral Wiranto.
Setelah Mei 1998, untuk menghindari tekanan dari Habibie terkait insubordinasi tersebut dan menghindari pengusutan hukum terkait kerusuhan Mei dan penculikan para aktivis, ia melarikan diri ke Yordania[15] . Di sana ia mendapat suaka dan bahkan tawaran status kewarganegaraan dari Raja Hussein dan putranya yang merupakan kawan Prabowo di sekolah militer.
Di masa sekarang, partai yang menjadi mesin politiknya, Partai Gerindra, juga tak lepas dari kontroversi, di mana Wakil Ketua Umum partai tersebut, Muchdi PR baru saja ditangkap karena diduga terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir.


Pemilu 2004Setelah meninggalkan karir militernya ia menjadi pengusaha mengikuti karir adiknya Hashim Djojohadikusumo dan juga mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004, tetapi kalah suara oleh Wiranto. Tanggal 5 Desember 2004 dia terpilih sebagai ketua umum HKTI mengalahkan Setiawan Jodi dan Ja'far Hafsah[16][17].


Pemilu 2009Pada bulan Mei 2008 Prabowo gencar tampil di televisi dalam bentuk iklan layanan masyarakat yang disponsori oleh HKTI, sebuah kelompok tani Indonesia yang digunakannya sebagai mesin politik untuk Pilpres 2009, sebagai ketua umum organisasi tersebut dengan pesan untuk menggunakan produk dalam negeri. Pada 9 Mei 2008 Partai Gerindra menyatakan keinginannya untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU [18]. Namun belakangan, setelah proses tawarmenawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Keduanya mengambil motto 'Mega-Pro'. Keduanya juga telah menyelesaikan persyaratan administratif KPU dan berkas laporan kekayaan ke KPK.
Pada Pilpres 2009 ini, Prabowo ialah cawapres terkaya, dengan total asset sebesar Rp 1,7 Triliun[19], termasuk 84 ekor kuda istimewa yang sebagian harganya mencapai 3 Milyar per ekor serta sejumlah mobil mewah seperti BMW 750Li dan Mercedes Benz E300[20]. Kekayaannya ini besarnya berlipat 160 kali dari kekayaan yang dia laporkan 6 tahun lalu, tahun 2003. Kala itu ia hanya melaporkan kekayaan sebesar 10,153 Milyar[21]
Deklarasi Mega-Prabowo dilaksanakan di tempat pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat[22]. Sekalipun diset "merakyat", deklarasi ini menghabiskan ongkos Rp 962 juta.[23] . Deklarasi ini juga mendapat resistensi sejumlah organisasi pembela Hak Asasi Manusia yang berencana akan berunjuk rasa di sejumlah tempat.[24]

-------------------------------------------------------------------------------------------

BERITA TERKAIT TENTANG PRABOWO SUBIANTO:

1. KEBENARAN VERSI PRABOWO
Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000
------------------------------



(POLITIK): Prabowo merasa "dijebak" saat meletus kerusuhan Mei 1998.
Benarkah Wiranto sengaja meninggalkannya di Jakarta?

Dua tahun berlalu, sejak terjadinya kerusuhan berdarah bulan Mei 1998.
Letjen (purn.) Prabowo Subianto merasa sudah saatnya bicara blak-blakan.
Mutasi besar-besaran di tubuh TNI yang digambarkan sejumlah pengamat militer
sebagai upaya "de-Wiranto-isasi", mungkin dianggapnya sebagai momen yang
tepat untuk menumpahkan uneg-unegnya. Selama ini, ia hanya bersikap defensif
menanggapi pemberitaan di berbagai media massa yang dianggapnya terlalu
menyudutkan dirinya.

Ketika ia merasa harus bicara, pun media yang dipilihnya bukan dari dalam
negeri -yang dikhawatirkan tidak independen dari kekuatan politik tertentu-
melainkan mingguan berbahasa Inggris, Asiaweek dalam edisi awal Maret ini.
Keengganan Prabowo berbicara selama ini, mau tak mau telah menjadikan
peristiwa kerusuhan Mei '98 hanya sebagai cerita tentang gagalnya upaya
"kudeta militer" oleh Prabowo dan kawan-kawan (sikap diamnya memang bisa
dimengerti, sebab ia toh merasa tak ada gunanya membela diri dalam situasi
yang takkan menguntungkan dirinya. Beberapa saat sebelum pecahnya kerusuhan
Mei, bersama sejumlah perwira muda Kopassus, ia dianggap bertanggungjawab
terhadap penculikan dan penyiksaan sejumlah aktifis HAM). Dalam versi yang
terlanjur berkembang, Prabowo dianggap sebagai orang yang menggerakkan
sejumlah provokator untuk membakar emosi massa, serta dicurigai hendak
mengambil alih kekuasaan dari tangan Habibie.

Versi yang diungkapkan Prabowo sungguh bertolak belakang. Ia mengungkap
sejumlah fakta yang selama ini tidak diperoleh media massa mengenai cerita
seputar kerusuhan Mei. Misalnya, ketika pembakaran dan penjarahan sudah
mulai terjadi di Jakarta pada 13 Mei 1998, Prabowo yang ketika itu masih
menjabat sebagai Pangkostrad mengaku telah menghubungi Panglima ABRI,
Wiranto untuk mendapatkan perintah agar bisa mengendalikan keadaan. Bahkan,
ia mengusulkan agar pawai kemiliteran di Malang yang dihadiri Wiranto saat
itu, dibatalkan saja. "Delapan kali saya menelepon kantornya, delapan kali
pula saya mendapat jawaban, the show must go on, pertunjukkan harus
dilanjutkan," ungkap Prabowo.

Cerita Prabowo selanjutnya berkisar tentang upaya "penyingkiran" dirinya
secara sistematis oleh kubu Wiranto. Hal ini bermula dari keluarnya
pernyataan pers dari markas angkatan bersenjata, setelah terjadinya
kerusuhan, yang mendukung sikap organisasi massa NU -sebelumnya, NU
menyatakan supaya Presiden Soeharto mundur dari jabatan. Membaca surat itu,
Soeharto meminta Prabowo melacak dari mana asal surat yang tidak
ditandatangani itu. Anehnya, tak ada satu pun perwira tinggi mengaku telah
membuat surat itu. Meskipun menurut Prabowo, kopi faksimili surat itu
diperolehnya dari kantor Kapuspen ABRI, Brigjen A. Wahab Mokodongan.
Belakangan, setelah Soeharto mundur, keluarga Cendana menyalahkan Prabowo.
Ia dianggap pengkhianat. Pasalnya, banyak laporan sampai ke telinga Soeharto
yang mengatakan bahwa Prabowo dan Habibie, beberapa waktu sebelumnya, telah
mengadakan pertemuan berkali-kali. Di samping laporan bahwa Prabowo
melakukan pertemuan pada 14 Mei dengan Adnan Buyung Nasution dan sejumlah
tokoh lain. Hal ini diartikan sebagai upaya terencana untuk menyingkirkan
Soeharto. Dengan demikian, segala kesalahan pun ditumpahkan ke mukanya
-termasuk pernyataan pers misterius itu.

Prabowo mengaku, ia memang sempat bertemu Habibie setelah terjadinya
kerusuhan. Namun, menurutnya, konteks pertemuan itu bukanlah untuk merebut
kekuasaan, melainkan "untuk membicarakan cara terbaik menenangkan
kekerasan." Secara logis, Prabowo merasa tidak mempunyai motif apa pun untuk
merebut kekuasaan. "Saya adalah bagian dari rezim Soeharto. Seandainya
Soeharto bertahan tiga tahun lagi saja, saya sangat mungkin berpangkat
jenderal berbintang empat. Mengapa saya harus menyulut kerusuhan?" tanyanya.
Mengenai pertemuan dengan Adnan Buyung Nasutian dan kawan-kawan, baginya
sama sekali tidak ada relevansinya dengan kudeta. Pertemuan itu sendiri,
bukan ia yang menghendaki, tapi pihak Buyung. Sedangkan pertemuannya "secara
baik-baik" dengan Habibie, membuktikan bahwa ia waktu itu tidak hendak
"mengepung" dan mengambil-alih kekuasaan seperti yang dituduhkan Habibie
padanya.

Dari ceritanya, tampak sekali bahwa Prabowo ingin menunjukkan diri sebagai
korban yang terperangkap dalam situasi yang merugikan. Pertama, ketika
kerusuhan terjadi, Wiranto tidak berada di ibukota. Dengan sendirinya,
karena Prabowo dan Sjafrie Sjamsuddin (waktu itu Pangdam Jaya -red.) yang
berada di Jakarta, merekalah yang dianggap paling bertanggungjawab atas
keamanan. Kedua, meskipun sudah meminta mandat, Wiranto sebagai Panglima
tidak berbuat apa-apa. Di sini terkesan pula, Prabowo ingin mengatakan bahwa
seharusnya Wiranto yang bertanggungjawab. Memang, sejumlah pertanyaan
muncul, mengapa Wiranto bersikeras membawa sejumlah perwira tinggi pada 14
Mei 1998? Siapa yang bertanggungjawab atas pembuatan pernyataan pers militer
tentang Soeharto? Lalu, mengapa Panglima TNI membiarkan mahasiswa terus
berada di Gedung DPR/MPR sampai Soeharto jatuh?

Prabowo tak langsung menjawabnya. "Saya harus adil pada Wiranto. Ia memang
menginginkan reformasi, namun ia juga punya ambisi-ambisi politik," ujarnya
diplomatis. Prabowo diganti oleh Djohny Lumintang pada 22 Mei 1998, setelah
Habibie naik takhta dan Wiranto, sebagai Menhankam/Pangab, berjanji untuk
melindungi Soeharto dan keluarganya.

"Dosa-dosa" Prabowo semakin dilegitimasi dengan terbentuknya Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) untuk menginvestigasi terjadinya kerusuhan Mei 1998.
Dalam laporannya, TPGF menyimpulkan, peristiwa penculikan para aktifis HAM
berhubungan erat dengan kerusuhan Mei 1998. Hal yang menurut Prabowo lebih
merupakan opini ketimbang fakta. Munir, Ketua Kontras pun mengakui ada
perbedaan mendasar antara peristiwa penculikan aktifis dengan kerusuhan Mei.
Katanya, peristiwa Mei merupakan gerakan dari elit untuk perubahan politik.
Sementara perisitiwa penculikan, merupakan konspirasi untuk mempertahankan
sistem yang ada.

Mengenai peristiwa penculikan aktifis, Prabowo sama sekali tidak
menyangkalnya. Ia mengakuinya. Namun, menurutnya, apa yang dilakukannya itu
tidak terlepas dari pengetahuan para atasan.

Apa yang dikemukakan oleh Prabowo, bagaimanapun telah memberi perspektif
baru dalam melihat kembali tragedi berdarah Mei 1998. Soal apakah ceritanya
benar atau tidak, sulit untuk ditentukan. Toh ia bukan orang suci. Wiranto
dan Prabowo, masing-masing berbicara atas nama subyektifitas. Bisa jadi,
malah kedua-duanya tidak benar. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]
-------------------------------------------------------------------------
Prabowo Berubah karena Dekat dengan Soeharto

Jakarta - Wakil Danjen Kopassandha (kini Kopassus)
Brigjen M Jasmin adalah salah satu orang yang dilapori Kapten Prabowo
tentang rencana kudeta Letjen LB Moerdani pada Maret 1983. Jasmin tidak
percaya mendengar penjelasan Prabowo.

"Prabowo
pun marah-marah," tulis Letjen Purn Sintong Panjaitan dalam bukunya
"Perjalanan Seorang Prajurit Para Komandan" di halaman 455.

Saat itu Prabowo menghadap Jasmin didampingi atasannya, Mayor Luhut Pandjaitan. "It must be something wrong with him," pikir Luhut kala itu.

Setelah
Luhut dan Prabowo keluar dari ruangan, Jasmin memanggil Luhut kembali.
"Hut, untung kamu ada di sini. Ada apa dengan Prabowo? Kayaknya dia
sedang stres berat," ucap Jasmin.

Setelah menghadap Jasmin,
Prabowo dan Luhut kembali ke markas mereka yaitu Den 81/Antiteror di
Cijantung. Prabowo bilang bahwa di Den 81 tidak boleh ada dua matahari.

"Di
Den 81 hanya saya yang menjadi matahari. Saya komandan. Kamu wakil
saya," tegas Luhut. Luhut menyatakan kekecewaannya pada Prabowo yang
pernah menyiagakan pasukan Den 81 untuk melakukan counter coup tanpa sepengetahuannya

"Kamu minta saya mengambil Soeharto ke sini. Itu melakukan by pass garis komando berapa jauh?" sambung Luhut.

Sejak saat itulah hubungan keduanya menjadi retak.

Suatu
ketika Jasmin berjumpa dengan Sintong. Jasmin bertanya apakah dia
mendengar kasus Prabowo. "Prabowo sudah lain sekarang, karena ia dekat
dengan Soeharto," ujar Jasmin.

Jasmin juga mengungkapkan bahwa
rumahnya diintai oleh Prabowo. "Bahkan Prabowo sampai melompati pagar
rumah saya," tambah Jasmin. Jasmin kecewa karena kesetiaannya pada
negara dipertanyakan.

"Saya sudah menderita sejak Perjuangan
Kemerdekaan 1945 tetapi Prabowo menuduh saya kurang setia pada negara
dan bangsa sambil menuding-nudingkan telunjuk jarinya ke arah wajah
saya. Luhut juga ada di situ. Malahan Luhut yang menurunkan tangan
Prabowo yang menuding-nuding ke wajah saya," cerita Jasmin yang jadi
marah dan sakit hati.

Sintong juga tak habis pikir mengapa
Prabowo, seorang perwira Kopassandha yang semula penuh disiplin dan
dedikasi, tiba-tiba berani bertindak demikian terhadap Wadan
Kopassandha. "Apakah Prabowo berani bertindak demikian, seandainya ia
bukan menantu Presiden Soeharto?" tanya Sintong.

Cerita Jasmin
dikuatkan oleh Marsekal Muda TNI Teddy Rusdi yang menjabat Asisten
Perencanaan Umum Panglima TNI. Dia mengatakan, rumahnya juga diintai
oleh Prabowo. Pengintaian itu karena disangka di rumahnya sedang
dilakukan persiapan gerakan kudeta oleh Moerdani.

Teddy sendiri tidak percaya Moerdani akan kudeta. "Apa Pak Benny orang gila, kok beliau akan melakukan coup d'etat?" ujarnya.

Sejak itu hubungan Sintong dan Prabowo sudah berubah dan terasa asing.
(nrl/iy)

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner