iklan banner AlQuran 30 Juz iklan header 1 iklan header2 iklan header banner3
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Kalau Rakyat Salah, Digusur. Kalau Proyek Datang, Sungai Bisa Diatur

banner

FORKIM: Ini Bukan Soal Aturan Proyek, Tapi Soal Siapa Yang Pegang Kuasa; Gusur PKL, Bangun Kontainer UMKM


Bangunan warga dianggap merusak estetika kota, tapi kontainer UMKM disebut menghidupkan ekonomi. Di bantaran Kalimalang, hukum terlihat lentur, bisa keras ke rakyat, tapi lunak ke proyek. FORKIM menduga standar ganda penertiban bantaran Kalimalang di era Tri Adhianto.

 — KALIMALANG | Penggusuran bangunan warga bantaran sungai dan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bekasi kembali memunculkan tanda tanya besar soal konsistensi penegakan aturan.

Dua foto lapangan yang diperoleh media ini memperlihatkan aktivitas pembongkaran masif menggunakan alat berat, bersamaan dengan keberadaan papan proyek pengelolaan kawasan Wisata Air Kalimalang oleh entitas bernama Forum Jasa Tirta II dan TIRTA Kalimalang.

Pada foto pertama, terlihat alat berat ekskavator merobohkan bangunan semi permanen di sisi jalan, dengan puing bangunan berserakan dan kendaraan proyek terparkir di lokasi.

Aktivitas ini menunjukkan proses penertiban dilakukan secara struktural dan terorganisir oleh pemerintah daerah.


Sementara pada foto kedua, tampak tumpukan material bongkaran di bantaran sungai yang sama, berdampingan dengan papan informasi kawasan Wisata Air Kalimalang yang menyebut kerja sama pengelolaan dengan Forum Jasa Tirta II, serta rencana pengembangan kawasan ekonomi berbasis wisata air dan UMKM.

Dua fakta visual ini menjadi dasar kritik Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) yang menilai terjadi kontradiksi kebijakan penataan ruang di lokasi yang sama.

Lokasi Sama, Perlakuan Berbeda
Ketua Umum Forkim, Mulyadi, menegaskan bahwa penggusuran PKL dan rumah warga dilakukan dengan alasan penegakan aturan bantaran sungai.

Namun, di titik yang sama—bantaran Kalimalang, kolong Tol Becakayu—pemerintah justru merencanakan pembangunan sekitar 87 unit kontainer UMKM.

Berdasarkan dokumen dan keterangan yang dihimpun Forkim, proyek tersebut dikelola oleh PT Miju Dharma Angkasa sebagai pemenang lelang, melalui BUMD PT Mitra Patriot, dengan entitas operasional bernama TIRTA Kalimalang.

Di lapangan terlihat jelas, bangunan warga dihancurkan, tapi papan proyek UMKM berdiri. Ini bukan asumsi, ini fakta visual,” ujar Mulyadi, Senin (15/12/2025).

Menurutnya, jika bantaran sungai dianggap melanggar aturan tata ruang dan sempadan, maka standar yang sama seharusnya berlaku untuk semua aktivitas, baik milik warga kecil maupun proyek yang dilegitimasi pemerintah.

Pertanyaan Tata Kelola dan Kepatuhan Hukum
Forkim menilai persoalan ini bukan sekadar penataan kota, melainkan menyangkut prinsip tata kelola pemerintahan yang adil dan konsisten.

Foto-foto di lapangan menunjukkan bahwa penertiban dilakukan tanpa disertai kejelasan solusi relokasi ekonomi bagi PKL dan warga terdampak.

Di sisi lain, rencana pembangunan kawasan UMKM justru diproyeksikan sebagai simbol ekonomi kerakyatan, meski berada di area yang sama dengan objek penertiban.

“Kalau bantaran sungai dilarang untuk rakyat kecil, lalu dasar hukumnya apa ketika kontainer usaha justru direncanakan berdiri di lokasi yang sama?” kata Mulyadi.

Ia bahkan menyebut situasi ini berpotensi menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum daerah.

“Rakyat kecil digusur karena dianggap melanggar aturan. Sementara proyek usaha mendapat karpet merah. Kalau hukum hanya tajam ke bawah, ini bukan penataan kota, tapi seleksi kekuasaan,” tegasnya.

Menunggu Klarifikasi Pemerintah Kota
Hingga artikel ini disusun, belum ada penjelasan resmi dari Pemerintah Kota Bekasi terkait perbedaan status hukum antara bangunan warga yang digusur dan rencana pembangunan kontainer UMKM di bantaran Kalimalang.

Forkim mendesak agar Pemkot Bekasi membuka secara transparan dasar regulasi, izin pemanfaatan ruang, serta analisis dampak lingkungan dari proyek Wisata Air Kalimalang, agar publik dapat menilai apakah penegakan hukum benar-benar dijalankan secara adil—atau justru selektif. [■] 

Reporter: Wawan Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
👁️ Artikel ini telah dilihat oleh : 0 views.

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

أحدث أقدم
banner iklan BksOL