contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Kenapa Cawapres SBY bukan JK atau Megawati? Bagian 1

banner
KARENA SELURUH TEMAN SBY,
HANYA YANG NAMANYA BERAKHIRAN "O"?


Jakarta, dobeldobel.com
Menonton acara "CAPRES BICARA" TransTV, yang dibawakan oleh Helmy Yahya tgl 04 Juni 2009, jam.... saya tersenyum mendengar Helmy mengatakan, bahwa semua teman dekatnya di sekolah dulu, namanya semua berakhiran huruf "O".

Bisa dibayangkan kan, kenapa cawapres SBY untuk pilpres 2009 jelas bukan Megawati SP, atau Jusuf Kalla, apalagi Tiffatul Sembiring. Lah bagaimana dengan Sutrisno Bachir, kan "O" tuh belakangnya. 


Memang dia berakhiran "O" namanya, tapi Sutrisno Bachir (yang nama terakhirnya berakhiran "R"), ternyata adalah "teman" dari semua capres... (hehehehe! Maaf Bung Trisno). Ini artinya dalam kamus politiknya SBY, (dan saya berani memastikan, nggak pake mungkin lagi deh!!!), tidak ada kata "teman" bagi semua orang. Apalagi di politik, kan kita tahu sendiri, "Tak ada teman yang abadi, tak ada musuh selamanya. Yang ada adalah kepentingan yang abadi."

Seandainya seluruh orang Indonesia berfikiran "setengah idiot" menanggapi pernyataan Helmi Yahya, bahwa kalau begitu kalau mau jadi temen deketnya SBY ya harus mengubah namanya berakhiran "O", kan? Maka mungkin nggak aneh kalau terjadi "pesta bubur merah-putih" besar-besaran penggantian nama para capres di Indonesia. Misalnya Megawati Sukarnoputri.... berubah jadi Megawati Sukarnoputro... hehehehe nggak lucu yah? Atau Jusuf Kalla, berubah jadi Jusuf Kallo. 


Dan gue juga akan heran kalau dari PKS, mungkin Tiffatul Sembiring akan dengan "setengah ikhlas" mengganti namanya jadi Tiffatul Sembirongo (nggak enak dengernya, afwan ya Bang Tiffatul!!! Jauh lebih baik daripada Tiffatulo, kan?), atau Tiffatul Sembiringo (Wah keren banget neh namanya, panggilannya pasti Bang Ringo... hehehe!), atau misalnya Hidayah Nur Wahid berubah jadi Hidayah Nur Wahido (bukan Hidayahoo Nuro Wahido, kan bang?).

Terus bagaimana dengan nama Prabowo Subianto dan Wiranto? Kan dua-duanya berakhiran "O". Wah kalau ini seorang rekan saya, "Si Entong" (maaf nama aslinya nggak mau disebut) yang merasa pakar di bidang kalkulasi politik bilang, "Nggak bakalan mungkin tim sukses SBY mau dengan bodohnya memilih serta memperhitungkan capres-capres dari partai pengusung yang "kecil" jumlah perolehan parlemennya, om Sidik!". (Saya sih cuma mengangguk-ngangguk seolah ngerti... padahal?).Mereka mugkin saja capres masa depan, tapi bukan cawapres ataupun capres masa kini, tambahnya lagi... hihihihihihi.

Tapi tetap saja kan Prabowo Subianto itu temannya SBY? tanya saya berlanjut. Entong yang mukanya mirip anak saya si Rizal ini, menjawab, "Ya iya lah... Kan seperti kata Helmy Yahya, hampir semua temen dekatnya SBY, nama nya berakhiran dengan hurup "O". 

Dan ini berarti Wiranto juga teman dekatnya SBY, sekalipun pernah jadi komandannya di struktur ketentaraan". Dan saya pun ngangguk-ngangguk lagi berusaha ngerti... (Ngerti nggak loh?)

Karena masih penasaran saya bertanya lagi lebih jauh kepada Entong yang kini mengelola sebuah blogs kritis terhadap pemerintah rezim siapa aja, mulai dari Soekarno sampai pemerintahan SBY ini.


"Bang Entong, darimana ente tahu kalo SBY itu temen deketnya Prabowo? Apa bukan sekarang ini mereka saling berseteru memperebutkan posisi dan dukungan suara untuk pilpres besok? Walaupun beda kelas, satu untuk capres dan satu lagi untuk cawapres! Bahkan ada yang memprediksikan Prabowo bisa mengalahkan dan menjungkal SBY?" (saya berusaha sebisa mungkin pasang wajah nggak berkesan "tolol" banget, takut nanti diledek sama temen saya yang kadang suka aneh dan konyol ini).

"Ah mas Sidik ini gimana seh! Mang nggak merhatiin kalimat saya? Mereka itu dulu adalah teman lama. Dan kalau sekarang, saya bilang sekarang neh... bukan dulu... mereka jadi bersaing, itu semua karena pilpres ini. Nggak baca apa bahwa mereka inilah yang dalam cerita tokoh pewayangan kisah 'Mahabharata'nya versi Indonesia, adalah para jenderal yang sedang bertempur memperebutkan perhatian seluruh bangsa ini dalam ajang pertempuran pilpres 2009... Udah denger kan perang terbuka kubu Prabowo dan SBY di Ponorogo? Kita harus ngerti itu mas Dik!" jelasnya sambil sedikit ngotot dan muncrat ke muka saya.

Saya pun kesal sambil mengusap semburan ludahnya di muka saya, "Kita... kita, lo aja kaleh!" balas saya cemberut. Tapi dalam hati saya mengakui pengamatannya yang lumayan lah! Sedikit lebih pintar dari para pengamat politik di televisi, yang kebanyakan "imbisil" (jangan marah bang!)

Terus apa seh kelebihan mas Prabowo saat ini dalam menghadapi lawan-lawannya dalam pertarungan pilpres 2009 ini? tanya saya dan kali ini saya pasang wajah begok saya supaya mas Entong mau lebih banyak mbocorin isi kepalanya yang memang sudah bocor itu.

"Mas Prabowo Subianto itu punya ilmu "malih rupa" yang sangat tinggi, sehingga dia bisa jadi Kuda Hitam. Kamu tahu nggak mas Prabowo itu hilang kabar beritanya untuk beberapa tahun, dan tiba-tiba non gol jadi kandidat presiden dari partai barunya, yang semula hanya berangkat dari sebuah gerakan kembalinya Indonesia Raya... Ngerti nggak?" tanyanya menegaskan yang kali ini dengan menutup moncongnya dengan tangan. Saya pun lagi-lagi ngangguk dan merasa tambah bodoh.

"Maksud kang Entong, Mas Prabowo itu bisa berubah jadi Kuda Hitam? Wah sakti banget dong!" tanya saya aneh, "Memang ada ilmu sakti kayak gitu, berubah wujud jadi kuda hitam?" dan Si Entong jatuh "gedubrak" di depan saya, dia nggak bisa ngomong lagi, pingsan kali.

Sambil menepuk-nepuk kepala teman dekat saya yang super itu, saya membisikkan kata, "Setahu saya neh Kang Entong, Prabowo itu dulunya memang sudah terkenal sakti di medan pertempuran, khususnya saat ia bertempur sebagai Sandi Yudha di Timor-Timur dan sempat membunuh presiden Fretilin, Nicolao Lobato. Beda dengan para jenderal pesaingnya, baik SBY maupun Wiranto yang disebut Jenderal "Teritorial" atau "Jenderal Sekolahan" yang juga para perwira yang lebih banyak di belakang meja."

Saya pun berusaha cari informasi tentang Wiranto. Apa benar dulu sang jenderal yang pernah jadi komandannya SBY dan Prabowo ini dalam rank kepangkatan militer di googling. Tapi itu nanti di tulisan saya yang berikutnya... mohon maklum dan sabar!

dikRizal

3 Comments

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

  1. Letter: SBY, JK, Mega, or ...?

    Fri, 02/27/2009 2:30 PM | Reader's Forum

    It seems President Susilo Bambang Yudhoyono is hurt by the decision of Vice President Jusuf Kalla to run for the presidency.

    Just as both SBY and JK hurt the chairwoman of the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) Megawati Soekarnoputri prior to the previous election, by resigning from the Cabinet, so both may now taste the same bitter-sweet pill.

    Megawati did a great favor for both SBY and JK, when they were in the political wilderness after they were sacked by former president Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, by bringing them into mainstream politics and giving them key coordinating portfolios.

    But did they show their gratitude to Megawati? No, instead they stabbed her in the back. But she remained calm.

    JK's decision to run for President is great news, not so much for him, but for the country. Someone as unpopular as JK among the working class will face an uphill task to win.

    The PDI-P will be the clear winner of the legislative elections on April 9. After the elections, it will be Megawati who will be calling the shots, she will have a clear mandate to choose the most effective and honest Vice President from across a wide range of the political spectrum.

    I have always thought of Wiranto as a great man the country needs, but am not sure whether he is a winner as a vice presidential candidate. If Megawati wins the presidency, Wiranto should play a key role in her administration.

    Yogyakarta's Sultan Hamenkubowono X is unlikely to be a kingmaker, nor Hidayat Nur Wahid. The PDI-P needs to split the votes of the Golkar Party. Pairing with Prabowo, Megawati will jump-start her presidential campaign ahead of time. The Democratic Party will become an ineffective force, just like the National Awakening Party (PKB).

    Don Dissanayake
    Queensland, Australia

    ReplyDelete
  2. Doubts raised over president Yudhoyono’s ability to win re-election,.. and an IM voter poll.

    While the pairing of Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono or SBY Berboedi) of Partai Demokrat is considered a strong favourite against rivals Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) and Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Megabowo or Megapro) some within Demokrat’s main coalition partner the Justice Party/Partai Keadilan Sejahtera (PKS) are having doubts over SBY’s re-electability.

    ReplyDelete
  3. BI governor Boediono for vice president, whether a neo-liberal and not religious enough.

    President Susilo Bambang Yudhoyono appears certain to name current Governor of Bank Indonesia, Boediono, or Budiono, as his running mate for the 2009 presidential elections on July 8th.

    Prof. Dr. Boediono was born in Blitar, East Java, in 1943 and is the current Governor of the Central Bank of Indonesia (BI), and a former coordinating minister for Economic Affairs under president Yudhoyono, Finance minister under Megawati, and Planning minister under BJ Habibie.

    He took a Bachelor of Economics and a Master of Economics from Australian universities and thereafter obtained a doctorate from the Wharton School, University of Pennsylvania.

    Boediono

    He is married to Herawati, and they have two children, Ratriana Ekarini and Dios Kurniawan.

    Some of the opposition voiced to his candidacy:

    Not Islamic

    While Boediono’s religion is listed as Islam he is not known for being active in Islamic religious organisations, and some claim that he is a devotee of Javanese animism or spiritualism (kejawen).

    The Muslim based parties which had been lining up to offer their own candidate for vice-president are unhappy with the choice of Boediono. The National Awakening Party (Partai Kebangkitan Bangsa, PKB), United Development Party (Partai Persatuan Pembangunan, PPP), National Mandate Party (Partai Amanat Nasional, PAN) and Prosperous Justice Party (Partai Keadilan Sejahtera, PKS) are considering their options as to whether to remain in proto-coalition with SBY’s Partai Demokrat.

    PKS president Tifatul Sembiring said

    Boediono does not represent the Muslim community.

    Tifatul said the president-vice president combination had to be balanced between these four factors:

    * civilian and military
    * Javanese and non Javanese
    * old and young
    * Islamic and non Islamic

    The Yudhoyono-Boediono pairing failed on most counts, he implied. [1]

    Neo-Liberal

    While Djoko Susilo from PAN, among many others, made accusations that Boediono was a “neo-liberal” in terms of his economic philosophy, and [2]

    We are suspicious of possible American interference behind the decision [to choose Boediono].

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner