contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Glorifikasi Pelaku Pelecehan Seks itu Ketololan Akhlaq

banner

Komisioner KPAI, Retno Listyarti ada 3 akibat buruk glorifikasi Saiful Jamil /Retno Listyarti_KPAI twitter @RetnoListyarti/

Ketika media publik menayangkan penyambutan luar biasa, glorifikasi seorang artis kriminal pelecehan seksual atas anak di bawah umur, maka hal ini menunjukkan bahwa penyiaran publik media TV tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

Baca juga link artikel serupa  di sini:

Bahkan KPI Pusat sebagai lembaga resmi penyensoran siaran yg bertugas menyeleksi setiap tayangan apapun di media elektronik TV tidak melakukan sebagaimana seharusnya. Tak kurang Ketua KPI Pusat sendiri malah membiarkan dan memberikan pernyataan publik di satu acara podcast terkenal Deddy Corbuzier, agar melupakan sebentar masalah HAM kepada artis narapidana yg baru keluar dari masa penjara untuk kasus pedofilia sebagai duta pedofilia? Seolah artis Saipul Jamil (nama kita samarkan, sebut saja Mukidi), berhak mendapatkan ruang publik untuk menjadi pelajaran bahwa kejahatan pelecehan seksual pada anak di bawah umur adalah berbahaya. Lah, kok goblok? 🤣

Bagaimana dengan korban pelecehan seksual si Mukidi ini, saat menyaksikan tontonan tentang bahayanya kejahatan pedofilia, dan secara bersamaan sang penjahat malah dielu-elukan para pendukung fanatik nya. Mereka berteriak mengelu-elukan SaipulJamil, "Elu keren Mil. Elu hebat! Elu bisaaaaa...!" Halah, glorifikasi tolol. 

Apa gak terpikirkan oleh Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, bagaimana dengan dampak negatif tayangan glorifikasi itu bagi sang korban pelecehan, padahal usianya masih di bawah umur. Apa tidak hancur lebur, orang yg berbuat jahat pada dirinya malah dielu-elukan? Kalau saja ada penghakiman sosial yang adil atau sanksi sosial yg langsung tampak di tayangan TV tersebut, misalnya SJ dielu-elukan "Ipul, Elu anj*ng... Ipul Jam, Elu pedofil gak tahu malu... Saipul, Elu gobl*k...!" Itu sih gak jadi masalah. Masalahnya tidak seperti itu. Apalagi di internal manajemen KPI Pusat sendiri justru terjadi tindakan perundungan oleh karyawan senior kepada karyawan junior, yang masuk kategori pelecehan sosial dan berdampak sangat buruk secara psikolpgis bagi korban perundungan, penyintas. 

Penulis sendiri menganggap acara penayangan glorifikasi artis kriminal pelecehan seksual, Lupias Limaj di stasiun TV tertentu itu, merupakan bentuk ketololan manajemen pengawasan perusahaan broadcast di bawah TransCorp. Apakah hal ini terjadi karena kurang ketatnyaoengawasan atau semata karena kebodohan dan kelalaian manajemen petinggi di group usaha di bawah kepemimpinan CT? 

Namun yang tak kurang buruknya lagi, tanggal dimana SaipulJamil keluar dari penjara, 1 September 2021, justru secara bersamaan artis komedian standup, CokiPardede (namanya kita samarkan saja, dengan mitra komedi Tretan) ditangkap oleh Satreserse Narkoba yang tertangkap tangan sedang menggunakan BUSA-BUSA. Lah kok BUSA-BUSA? Gak mungkin dong! Lucu aja nih redaktur nya, udah sok melucu, eh juga sok SUCI pula, padahal SUCA aja gak lolos.

Coki Pardede alias Reza Artamevia Pardede ini, (tumben pelesetan tapi kok ya pas banget gitu loh) yg kedapatan sedang mengkonsumsi sabu-sabu ditangkap jajaran satserse polda di kosannya di bilangan Tangsel. Anyway, bilangan Tangsel itu termasuk bilangan prima atau bilangan bulat ya? 

Coki yg termasuk standup comedian paling kontroversial di beragam platform media sosial dan didapuk oleh perusahaan hiburan malam, siang, pagi dan sore ini (betul dong?), yakni Majelis Lucu Indonesia (MLI) memang mempunyai hubungan sosial paling unik di kalangan artis komunitas standup comedian se Indonesia. Jaringan yg dimiliki Coki Pardede, sebagai komedian bergenre action comedy (apaan sih?) maksud penulis, komedian yg sering menggunakan dark jokes atau lelucon gelap ini, termasuk Seniman paling kontroversial. Bukan saja memiliki banyak penggemar fanatik nya, namun tak kalah banyak mempunyai haters bahkan banyak yg menganggapnya sebagai musuh sosial bangsa. Terlalu berlebihan sih, tapi begitulah Coki Pardede yg gemar membuat lelucon tanpa memikirkan dampak sosialnya baik kepada sekelompok orang secara khusus maupun masyarakat Indonesia secara umum. 

Berdasarkan penelaahan beberapa tempat dekat secara profesional di MLI, juga pengamatan penulis yg pernah berinteraksi langsung dengannya, Coki tidaklah seburuk yg dikeba publik. Namun aslinya pun gak bagus-bagus amat juga sih. Komedian yg mengklaim dirinya agnostik ini malah sengaja memancing emosi publik dengan celotehannya di media sosial sebagai cara dia memacu adre taulani. Eh sorry, adrenalin. 

Terlepas dari masalah adiksi yg dimiliki komedian jebolan SUCI 4 ini, Coki sebenarnya telah memberi kita pelajaran berharga, bahwa orang yg tampak sangat lucu dan menghibur banyak orang, ternyata mempunyai kesedihan luar biasa yg tidak terselesaikan dan hanya disimpan buat dirinya sendiri. Tragis dalam pengertian yg sebenarnya. Buka komedi kan? 

Semoga saja Coki bisa menjadi Hikmah, kalo teman saya komikawati, Nur Hikmah yg belum ngetop saat tulisan ini dibuat, gak keberatan kalo dirinya dijadikan patokan bagi Coki Pardede. 

Lah apaan sih ini tulisan, makin ngaco aja. Dah lah!

Wassalam, saya Sidik Rizal komika yg juga pengusaha Madu dan sukanya memadu kasih dengan banyak istri, gak suka pelecehan seksual apalagi pedofilia. Naudzubillahi min dzaalik. 


Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

Previous Post Next Post
banner