iklan banner AlQuran 30 Juz iklan header banner iklan header banner
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Apakah Pewarta Bisa Dijerat UU ITE Pasal Pencemaran Nama Baik?

banner

Apakah Ada Karya Jurnalistik Yang Bisa Dijerat dengan Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE atau KUHP?

bekasi-online.com - Sabtu 12 Juli 2025 - 04:32 WIB, NurM - SidRiz
(Foto: Ilustrasi AI istimewa, judul: Islah)

 BEKASI — Pertanyaan ini menyentuh perpotongan yang sangat penting antara kebebasan pers, kode etik jurnalistik, perlindungan hukum terhadap wartawan, dan delik pencemaran nama baik.

Baca juga: Wartawan Tak Lagi Sendiri: Dewan Pers dan Kejagung Sepakat Lindungi Pers

Dalam kasus ini, posisi hukum si wartawan sebagai anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan penulis berita berbasis narasumber menjadi hal yang sangat krusial.

Baca juga: Apa Aturan Landasan Hukum UU ITE Terkait Pencemaran Nama Baik?

Berikut ini adalah pertimbangan hukum lengkap dari sisi:

🧾 DASAR HUKUM & REGULASI TERKAIT:

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers)
  • Pasal 2: Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat.
  • Pasal 3 ayat (1): Pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  • Pasal 4 ayat (1): Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  • Pasal 5 ayat (1): Pers wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.
  • Pasal 6 huruf c & e: Pers wajib melakukan pengawasan dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
2. Pasal 8 UU Pers

Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.

Artinya: selama wartawan bekerja sesuai kode etik jurnalistik dan menjalankan profesinya dengan itikad baik, maka ia berhak atas perlindungan hukum, termasuk dalam menghadapi laporan pencemaran nama baik.

3. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Dewan Pers
  • Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
  • Pasal 3: Wartawan harus selalu menguji informasi, tidak mencampurkan fakta dan opini.
  • Pasal 4: Wartawan tidak boleh membuat berita bohong, fitnah, sadis, atau cabul.
  • Pasal 5: Wartawan menghormati hak narasumber untuk tidak disebutkan identitasnya.
  • Pasal 8: Wartawan tidak menyalahgunakan profesi.

🔍 ANALISIS HUKUM UNTUK KASUS INI:

Poin yang Menguatkan Terlapor (Wartawan):

Wartawan menjalankan tugas jurnalistik:
  • Menulis berdasarkan hasil investigasi dan wawancara narasumber yang sah.
  • Beritanya dipublikasikan melalui media resmi (bukan blog pribadi/akun medsos pribadi).
Masuk ranah kerja jurnalistik, bukan personal:
  • Jika yang ditulis adalah fakta-fakta yang bisa diverifikasi dari narasumber yang relevan, maka itu adalah kerja jurnalistik.
UU Pers mengatur penyelesaian melalui mekanisme Dewan Pers:
  • Jika ada keberatan atas isi berita, pelapor wajib menggunakan hak jawab atau melapor ke Dewan Pers, bukan langsung ke polisi.
  • Ini ditegaskan oleh: Nota Kesepahaman Kapolri dan Dewan Pers No. 2/III/2005 & 3/DP/MoU/III/2005:

Setiap sengketa pemberitaan harus diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan pidana langsung.

Sudah ada langkah korektif (berita ditakedown) dan perdamaian:
  • Ini menunjukkan itikad baik wartawan dan media, memperlemah unsur "sengaja mencemarkan nama baik."

⚠️ Tapi Wartawan Bisa Tetap Diproses Secara Hukum Jika...

Isi berita mengandung fitnah atau tidak berimbang:
  • Tidak memberi ruang hak jawab sebelumnya.
  • Menulis opini pribadi yang menyerang secara personal.

Wartawan menyalahgunakan profesinya
untuk menjatuhkan pihak tertentu.
  • Jika terbukti ada “pesanan” atau “kerja bayaran” untuk menjatuhkan nama seseorang, maka ini bisa menjadi unsur pidana.

Berita tidak berdasarkan fakta dan tidak bisa diverifikasi.

🎯 REKOMENDASI DAN STRATEGI HUKUM: Untuk TERLAPOR (Wartawan):

Ajukan klarifikasi ke Dewan Pers:
  • Minta Dewan Pers menilai apakah berita tersebut memenuhi kaidah jurnalistik.
  • Jika Dewan Pers menyatakan itu kerja jurnalistik, maka polisi wajib menghentikan perkara (SP3).

Tunjukkan bukti:
  • Bahwa berita berbasis pada investigasi,
  • Ada narasumber jelas,
  • Tidak ada itikad buruk,
  • Sudah dilakukan koreksi atau penurunan berita.

Minta perlindungan ke organisasi profesi (PWI):
  • PWI bisa memberikan pendampingan dan menyatakan bahwa itu tugas jurnalistik.

🏁 KESIMPULAN
  • Wartawan PWI yang menulis berita berdasarkan hasil wawancara dan investigasi yang sah mendapat perlindungan UU Pers.
  • Penyelesaian sengketa pemberitaan harusnya lewat Dewan Pers, bukan jalur pidana.
  • Jika pelapor tetap melapor ke polisi tanpa menempuh Dewan Pers dulu, maka bisa dianggap melompati prosedur hukum yang benar.
  • Selama si wartawan menjalankan tugas sesuai kode etik dan tidak beritikad buruk, maka posisinya sangat kuat secara hukum.


Berikut adalah contoh dokumen yang dibuatkan sebagai surat pendampingan ke Dewan Pers atau pernyataan pembelaan dari perspektif hukum pers. Klik link berikut... [■] 

Reporter: NMR - KotakRedaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
banner iklan bawah post
banner

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur BksOL

أحدث أقدم
banner iklan BksOL